Azan berkumandang di setiap sudut
negeri, kaki-kaki melangkah berdiri di atas sajadah, bersamaan menegakkan
sholat, akupun telah siap disyafku menanti ayah mengimami sholatku bersama
bunda, lalu kamipun sholat berjamaah, setelah selesai sholat aku bergegas
merapikan tempat tidur lalu mandi, saat fajar tiba dimana sang mentari terbit
dari ufuk timur dan diiringi oleh kokokan ayam jantan saat itu pula aku sudah
siap dengan seragam yang rapi dan tasku, sebelum berangkat sekolah aku
menyiapkan segelas teh dan beberapa potong roti untuk sarapannya, tidak lupa
aku menyiapkan bekalku yang sebelumnya telah aku masak, setelah sarapan aku
pamit kepada ayah dan bunda dan berangkat kesokolah..
Sampai di sekolah tepat dilobby
sekolah aku berjumpa dengan kepala sekolah, seperti biasa akupun langsung
menghampiri kepala sekolahku dan menyalami tangan kepala sekolahku “Selamat
pagi pak!”sapaku “Ya pagi nak!”jawab kepala sekolah, setelah itu akupun
bergegas menaiki tangga sekolah menuju lantai tiga, aku menyusuri lorong
sekolah melangkah kekelasku.
Sesampainya di kelas aku langsung
memeriksa seragam dan buku-bukunya di dalam tas umtuk memastikan bahwa tidak
ada barang yang tertinggal, sejenakku perhatikan ruang kelasku yang masih sepi
karena aku datang telalu pagi “Serasa baru kemarin aku memakai seragam putih
merah dari bunda tapi sekarang aku sudah memakai seragam putih abu-abu, tak
terasa waktu berlalu begitu cepat” gumamku dalam hati.
Tidak lama kemudian Dony dan Andien
datang,“Pagi Taysa! Hari ini kamu datangnya pagi sekali” sapa Andien, “Pagi
juga! Ya karena hari ini aku bangunya sedikit lebih cepat” jawabku “Kamu sudah kerjakan tugas fisika dari pak
guru?” tanya Dony “Ya sudahlah? Kenapa mau lihat” tanyaku “Seperti biasa, kalau
kemarin kamu lihat tugas biologi sekarang gantian aku lihat fisika!”jawab Dony
sambil tersenyum “Kebiasaan!” ketus Andien
Waktu telah berlalu bel pertama
sekolahpun berbunyi menandakan kalau pelajaran akan segera di mulai, jam
pelajaran pertama adalah matematika, dan khusus hari ini para siswa di kelas 10
IPA akan meguras seluruh pikirannya karena mereka semua akan menghadapi ulangan
harian, kertas ulangan belum dibagikan namun terlihat jelas olehku wajah
teman-teman yang pucat seperti akan menghadapi maut. Setelah kertas ulangan di
bagikan maka sandiwarapun segera di mulai.
Beberapa siswa hanya memandang
kertas ulangannya, ada yang memegangi lembar jawaban yang masih kosong namun
lembar soalnya di tutup, bahkan ada yang tak menyentuh kertas ulangannya dan
memilih tidur diatas meja, Aku terus membaca soal-soal yang ada dikertas
ulangan tersebuat dan menuliskan beberapa jawaban. Setelah mampu manjawab
beberapa soal aku memandang kearah Andien dan Dony, mereka terlihat seperti
tidak mendapatkan kesulitan, padahal aku sudah merasa sedikit kebingungan.
“Jesica!” seru Yoona dari belakang ku, mendengar
panggilan Yoona, Jesica pun langsung menoleh, “Ya! Ada apa?” tanya jesica “Jawaban
nomor 1, 5 dan 7 apa?” tanya Yoona “ Nomor satu B, lima C, dan tujuh E, kalau
nomor tiga dan delapan apa Yoona?” bisik Jesica. Aku melihat tingkah
teman-temanku dan hanya diam meliaht meraka karena ini pemandangan yang sudah
sering terjadi bahkan sejak awal ia duduk di bangku sekolah dasar dan salah
satu alasan yang paling mendasar karena aku tidak mau di benci oleh atu kelas
hanya karena melaporkan semua kecurangan yang terjadi, saat jam pelajaran
hampir selesai para siswa membuat kelas gaduh untuk mengambil kesempatan
bertukar jawaban
Dari tahun ketahun aku mulai
mengerti itu semua adalah kebudayaan yang telah diwariskan dari dulu, sehingga
menciptakan suatu kenyattan yakni ‘mencontek ditingkatkan, curang
dipertahankan, buku ditinggalkan, masa depan gemilang jangan diharapkan’ semua
ini hanya sebagian dari kenyataan. Kunci jawaban selalu bisa dipergunaakan
dengan baik, biasanya aku melihat temanku menyelipkannya dicelah meja, jam
tangan, baju, tali pinggang, bahkan kaos kaki dan masih banyak lagi. Aku rasa
sebelum ulangan atau ujian mereka puasa dan mandi kembang agar rencana mereka
berhasil.
Seharian penuh aku menuntut ilmu
disekolah, aku seakan-akan menonton sebuah film yang sama berkali-kali, dan
akhirnya tibalah waktu pulang sekolah, aku duduk dibangku lobby bersama Andien
dan Dony “besokkan libur kamu mau kemana Tasya?”tanya Andien “aku akan kerumah
kakek” jawabku. “kalau pulang dari rumah kakekmu jangan lupa ya oleh-olehnya”
kata Dony mendengar kata-kata Dony terlihat jelas dari raut muka Andien yang
menyatakan bahwa Anien ingin segera melnyapakan Dony dari muka bumi.
Aku, Andien dan Dony baru menjalani
persahabatan sejak duduk di bangku SMA, kami adalah siswa lulusan sekolah
negeri yang sama dan sama-sama masuk sekolah swasta karen nilai akhir kami yang
tak cukup untuk masuk kesekolah negeri. Karena kesamaan dalam nasib kami sering
bersama, kami selalu membahas semua yang berhubungan tentang politik, ekonomi,
pendidikan yang ada didunia terutama diIndonesia dan semua yang berhubungan
dengan kehidupan. Jika kami bertiga sudah membahasnya maka perdebatan kami
lebih seru dari pada rapat anggota DPR.
“Kan aku cuma sehari dirumah kakek,
hari minggu pagi aku sudah pulang, lagian aku kesana karena kebetulan kakek
besok ulang tahun jadi keatangan kami sebagai sebuah kejutaan, bukannya intik liburan
semata” kataku pada Dony “Ya baiklah Tasya, jangan marah, akukan hanya
bercanda” jawab Dony. “aku hanya menjawabnya dengan senyuman, setelah beberapa
menit aku dan kedua sahabatku memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing.
Hari ini dirumah aku membantu bunda
menyiapkan segala keperluan selama diperjalan, setelah semua siap aku dan bunda
menunggu ayah pulang kerja. Pukul setengan empat ayah pulang aku membantu bunda
memasukkan semua barang yang telah kami siapkan kedalam bagasi mobil sehingga
tepat pada pukul empat sore aku, ayah dan bunda langsung berangakat menuju
rumah kakek. Dan untunglah jarak kotaku tinggal dengan tempat tinggal kakek
tidak terlalu jauh sehingga kami menempu perjalan hanya dalam waktu beberapa
jam. Saat hari telah gelap kami baru tiba di rumah kakek, karena terlalu lelah
malam ini aku tidak bisa menghabisakan waktu bersama kakek dan memilih untuk
segera istirahat.
Esok paginya setelah sholat subhu
kakek mengajakku untuk megelilingi desa, kakek
membawaku kebukit dibelakan desa, perlahan langit mulai menderang, sang
mentari pun terbit, embun pagi mulai naik, gerap mulai pergi berkejaran dengan
cahaya sang mentari, dari atas bukit mataku seakan tak dapat terpejam, setelah
mentari menyinari seluruh alam, kulihat ladang hijau,padi disawah yang mulai
menguning, tampak desa kecil kakek yang dipagari oleh hutan yang rimbun, serta
sungai jerni yang megalir disisi desa. “Indah kek! Tuhan maha adil, di saat ada
tempat dimana sulit meraih kedamaian tuhan telah menyiapkan tempat lain yang
memberi lebih dari kedamaian.”kataku. Perasaanku seakan melayang terhembus
angin yang bertiup pelan.
Namun semua ketenangan yang
kurasakan langsung hilang seketika tatkala aku mengingat semua masalah yang
terjadi diIndonesia. “Kek, aku rasa tempat ini akan bernasip sama dengan
dikota, dan aku rasa dimasa depan indonesia hanya tinggal sejarah dan yang
tersisa cuma puing bangunan yang terbengkalai.”ketusku kesal “Itukan rasanya
Tasya saja, setiap orangkan berbeda, mungkin Tasya merasa pahit namun orang
lain mungkin akan merasa manis. Ayo Tasya sekarang ikut kakek” kata kakek
sembari menggandeng tanganku.
Kami berjalan menuruni bukit,
“Kakek menurut kakek apakah sikap Nasionalisme bangsa yang dimiliki oleh
orang-orang dulu akan bertahan, tapi sekarang kakek lihat, banyak sekali berita
yang menyatakan bahwa moral bangsa sudah hampir hilang sepenuhnya.” Namun kakek
hanya diam dan terus berjalan. “Kakek, Tasya hanya minta pendapat kakek, usia
kakek lebih tua dibanding usia Indonesia yang merdeka, kakek tentu tahu
bagaiman perkembangan Indonesia yang awalnya semakin maju, namun sekarang malah
sebaliknya.” Sekali lagi kakek tidak menjwab apa-apa dan terus berjalan.
“Kakek, saat ini Bangsa kita sudah terlanjur berada dalam keterpurukan menurut
kakek apa yang harus kita lakukan” tanyaku sekali lagi dan kakek tetap tak
menjawab, karena kesal akupun berhenti bertanya.
“Sudah sampai” seru kakek, kami
berhenti didepan sebuah pondok yang tepat didepannya terpampang sebuah spanduk
yang bertuliskan ‘Bubur Ayam Datuk Selamet’ meliahat spanduk itu aku
menyimpulkan bahwa rasa lapar akan membuat seseorang tidak mendengar apa-apa
dan tidak mau menghiraukan apapun “Ayo Tasya kita masuk, kamu pasti lapar” kata
kakek. Aku duduk di salah satu bangku menunggu kakek yang sedang memesan bubur,
aku melihat kakek berbisik dengan si pedagang bubur ayam, sepertinya kakek
merencanakan sesuatu.
Kakekpun datang dan meletakkan dua
mangkok bubur diatas meja, tepat dihadapanku aku hanya melihat bubur nasi putih
di dalm mangkok, “Kakek, disini memesan bubur ayamkan?” tanyaku heran, kakek
hanya tersenyum “lalu, kenapa hany bubur nasi dimana potongan ayam, bumbu,
sambal, da kerupuk pangsit, serta minyak kacang kedelainya?” tanyaku lagi kakek
tidak mau menjawab pertanyaanku.
Tidak lama kemudian sipedagang
bubur datang membawa mangkok-mangkok kecil, dan ternyata isinya bahan pelengkap
bubur “kenapa harus dipisahkan kek?” tanyaku lagi. “kakek akan menjawab
pertanyaan Tasya pa sikap yang harus dimiliki setiap orang saat Indonesia sudah
jatuh dalm keterpurukan dan krisis seperti saat ini?” jawab kakek. “Tasya tidak
mengerti maksud kakek” kataku semakin bingung
“ Indonesia ibaratkan beras, para
pahlawan mereka adalah petani yang menanam padi hingga menjadi beras, kita
generasi bangsa bertugas mengumah beras menjadi nasi, namun karena kesalahan
kita sendiri maka beras yang seharusnya menjadi nasi malah terlanjur menjadi
bubur, dan nasi yang menjadi bubur tidak akan bisa menjadi nasi kembali” Jelas
kakek, aku mulai mengerti maksud kakek sekarang.
“Baiklah, ini adalah bumbu yang
melambangkan Bhinneka Tunggal Ika, Bumbu ini terdiri dari rempah yang berbeda
baik ukuran maupun rasa, terdapat garam, gula, dan masih banyak lagi, walau
berbea namun jika di satukan akan membuat suatu makanan menjadi lezat, makanan
tidak akan lezat jika kamu hanya menambahkan satu jenis rempah, hanya garam”
kata kakek sambil mencampurka bumbu kedalam bubur “Jadi ibaratkan warga negara
Indonesia, yang berbeda baik suku maupun agama jika bersatu akan memberteguh
bangsa Indonesia, dan tidak akan bisa jika bangsa Indonesia tidak bersatu,
ibarat suku batak hanya bisa bersatu dengan yang satu suku tidak akan
mewujudkan jiwa persatuan dan keteguhan dalam suatu bangsa, benarkan kek?”
kataku sebagai bentuk pahamku
“Ya benar, potongan ayam dan kacang
kedelai ini ibaratkan kedewasaan, setelah daging ayam kacang kedelainya matang dengan proses masak
disertai bumbu maka akan menambah keistimewaan dan kelengkapan, sikap dewasa
suatu individu jika digabungkan satu sama lain akan memajukan kesejahteraan dan
kemakmuran bagi Indonesia” kata kakek lalu mencampurkan ayam kedalam bubur.
“lalu untuk apa sambal dan kerupuk pangsitnya?” tanyaku pada kakek “Indonesia
terkenal dengan ciri khas sambalnya yang pedas, ini melambangkan ciri khas
tekat dan keberanian bangsa indonesia yang luar biasa, lalu kerupuk pangsitnya
memberi arti sebagai pelengkap yaitu negara kita ini akan lebih lengkap jika
ditaburi dengan kejujuran” jawab kakek, dan dua porsi bubur ayam spesial pun
telah siap.
“dan satu lagi, walau kita sudah
membuat bubur nasi ini menjadi pengganti nasi namun kita tidak boleh lalai
lagi. Jika kita memasak nasi maka masaklah nasi, jangan samapai kita melakukan
kesalahan untuk kedua kalinya, jika kita sudah menjadikan bangsa Indonesia
lepas dari keterpurukan maka jangan sampai Indonesia kembali kedalam
keterpurukan, bubur ini hanya sebagai salah satu cara penggambaran nasionalime,
jika ini adalah nasi maka kamu akan membuat lebih dari ini semua.” Jelas kakek
Kakek benar, jika bubur aku hanya
bisa menambah bebrapa pelengkap maka bila nasi aku bisa menambahkan ikan, ayam,
dan sayur mayur tanpa menghilangkan satu bentuk pelengkap dari bubur, saat
terpuruk aku bisa bersikap bersatu, dewasa, tekat, keberanian dan kejujuran
maka setelah lepas dari keterpurukan aku bisa menambahnya dengan prestasi dan
masih banyak lagi. Aku belajar dari semangkok bubur nasi, dan aku bisa
menyampaikan ini kepada Andien dan Dony bahkan seluruh Rakyat Indonesia.
‘Jika kau dapat
mengubah kesalahan menjadi istimewa, maka jangan kau ulangi kesalahan yang sama
namun mempertahankan keistimewaan menjadi lebih’

