Minggu, 24 April 2016

Bubur Ayam


Azan berkumandang di setiap sudut negeri, kaki-kaki melangkah berdiri di atas sajadah, bersamaan menegakkan sholat, akupun telah siap disyafku menanti ayah mengimami sholatku bersama bunda, lalu kamipun sholat berjamaah, setelah selesai sholat aku bergegas merapikan tempat tidur lalu mandi, saat fajar tiba dimana sang mentari terbit dari ufuk timur dan diiringi oleh kokokan ayam jantan saat itu pula aku sudah siap dengan seragam yang rapi dan tasku, sebelum berangkat sekolah aku menyiapkan segelas teh dan beberapa potong roti untuk sarapannya, tidak lupa aku menyiapkan bekalku yang sebelumnya telah aku masak, setelah sarapan aku pamit kepada ayah dan bunda dan berangkat kesokolah..
Sampai di sekolah tepat dilobby sekolah aku berjumpa dengan kepala sekolah, seperti biasa akupun langsung menghampiri kepala sekolahku dan menyalami tangan kepala sekolahku “Selamat pagi pak!”sapaku “Ya pagi nak!”jawab kepala sekolah, setelah itu akupun bergegas menaiki tangga sekolah menuju lantai tiga, aku menyusuri lorong sekolah melangkah kekelasku.
Sesampainya di kelas aku langsung memeriksa seragam dan buku-bukunya di dalam tas umtuk memastikan bahwa tidak ada barang yang tertinggal, sejenakku perhatikan ruang kelasku yang masih sepi karena aku datang telalu pagi “Serasa baru kemarin aku memakai seragam putih merah dari bunda tapi sekarang aku sudah memakai seragam putih abu-abu, tak terasa waktu berlalu begitu cepat” gumamku dalam hati.
Tidak lama kemudian Dony dan Andien datang,“Pagi Taysa! Hari ini kamu datangnya pagi sekali” sapa Andien, “Pagi juga! Ya karena hari ini aku bangunya sedikit lebih cepat” jawabku  “Kamu sudah kerjakan tugas fisika dari pak guru?” tanya Dony “Ya sudahlah? Kenapa mau lihat” tanyaku “Seperti biasa, kalau kemarin kamu lihat tugas biologi sekarang gantian aku lihat fisika!”jawab Dony sambil tersenyum “Kebiasaan!” ketus Andien
Waktu telah berlalu bel pertama sekolahpun berbunyi menandakan kalau pelajaran akan segera di mulai, jam pelajaran pertama adalah matematika, dan khusus hari ini para siswa di kelas 10 IPA akan meguras seluruh pikirannya karena mereka semua akan menghadapi ulangan harian, kertas ulangan belum dibagikan namun terlihat jelas olehku wajah teman-teman yang pucat seperti akan menghadapi maut. Setelah kertas ulangan di bagikan maka sandiwarapun segera di mulai.
Beberapa siswa hanya memandang kertas ulangannya, ada yang memegangi lembar jawaban yang masih kosong namun lembar soalnya di tutup, bahkan ada yang tak menyentuh kertas ulangannya dan memilih tidur diatas meja, Aku terus membaca soal-soal yang ada dikertas ulangan tersebuat dan menuliskan beberapa jawaban. Setelah mampu manjawab beberapa soal aku memandang kearah Andien dan Dony, mereka terlihat seperti tidak mendapatkan kesulitan, padahal aku sudah merasa sedikit kebingungan.
“Jesica!” seru Yoona dari belakang ku, mendengar panggilan Yoona, Jesica pun langsung menoleh, “Ya! Ada apa?” tanya jesica “Jawaban nomor 1, 5 dan 7 apa?” tanya Yoona “ Nomor satu B, lima C, dan tujuh E, kalau nomor tiga dan delapan apa Yoona?” bisik Jesica. Aku melihat tingkah teman-temanku dan hanya diam meliaht meraka karena ini pemandangan yang sudah sering terjadi bahkan sejak awal ia duduk di bangku sekolah dasar dan salah satu alasan yang paling mendasar karena aku tidak mau di benci oleh atu kelas hanya karena melaporkan semua kecurangan yang terjadi, saat jam pelajaran hampir selesai para siswa membuat kelas gaduh untuk mengambil kesempatan bertukar jawaban


Dari tahun ketahun aku mulai mengerti itu semua adalah kebudayaan yang telah diwariskan dari dulu, sehingga menciptakan suatu kenyattan yakni ‘mencontek ditingkatkan, curang dipertahankan, buku ditinggalkan, masa depan gemilang jangan diharapkan’ semua ini hanya sebagian dari kenyataan. Kunci jawaban selalu bisa dipergunaakan dengan baik, biasanya aku melihat temanku menyelipkannya dicelah meja, jam tangan, baju, tali pinggang, bahkan kaos kaki dan masih banyak lagi. Aku rasa sebelum ulangan atau ujian mereka puasa dan mandi kembang agar rencana mereka berhasil.
Seharian penuh aku menuntut ilmu disekolah, aku seakan-akan menonton sebuah film yang sama berkali-kali, dan akhirnya tibalah waktu pulang sekolah, aku duduk dibangku lobby bersama Andien dan Dony “besokkan libur kamu mau kemana Tasya?”tanya Andien “aku akan kerumah kakek” jawabku. “kalau pulang dari rumah kakekmu jangan lupa ya oleh-olehnya” kata Dony mendengar kata-kata Dony terlihat jelas dari raut muka Andien yang menyatakan bahwa Anien ingin segera melnyapakan Dony dari muka bumi.
Aku, Andien dan Dony baru menjalani persahabatan sejak duduk di bangku SMA, kami adalah siswa lulusan sekolah negeri yang sama dan sama-sama masuk sekolah swasta karen nilai akhir kami yang tak cukup untuk masuk kesekolah negeri. Karena kesamaan dalam nasib kami sering bersama, kami selalu membahas semua yang berhubungan tentang politik, ekonomi, pendidikan yang ada didunia terutama diIndonesia dan semua yang berhubungan dengan kehidupan. Jika kami bertiga sudah membahasnya maka perdebatan kami lebih seru dari pada rapat anggota DPR.
“Kan aku cuma sehari dirumah kakek, hari minggu pagi aku sudah pulang, lagian aku kesana karena kebetulan kakek besok ulang tahun jadi keatangan kami sebagai sebuah kejutaan, bukannya intik liburan semata” kataku pada Dony “Ya baiklah Tasya, jangan marah, akukan hanya bercanda” jawab Dony. “aku hanya menjawabnya dengan senyuman, setelah beberapa menit aku dan kedua sahabatku memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing.
Hari ini dirumah aku membantu bunda menyiapkan segala keperluan selama diperjalan, setelah semua siap aku dan bunda menunggu ayah pulang kerja. Pukul setengan empat ayah pulang aku membantu bunda memasukkan semua barang yang telah kami siapkan kedalam bagasi mobil sehingga tepat pada pukul empat sore aku, ayah dan bunda langsung berangakat menuju rumah kakek. Dan untunglah jarak kotaku tinggal dengan tempat tinggal kakek tidak terlalu jauh sehingga kami menempu perjalan hanya dalam waktu beberapa jam. Saat hari telah gelap kami baru tiba di rumah kakek, karena terlalu lelah malam ini aku tidak bisa menghabisakan waktu bersama kakek dan memilih untuk segera istirahat.
Esok paginya setelah sholat subhu kakek mengajakku untuk megelilingi desa, kakek  membawaku kebukit dibelakan desa, perlahan langit mulai menderang, sang mentari pun terbit, embun pagi mulai naik, gerap mulai pergi berkejaran dengan cahaya sang mentari, dari atas bukit mataku seakan tak dapat terpejam, setelah mentari menyinari seluruh alam, kulihat ladang hijau,padi disawah yang mulai menguning, tampak desa kecil kakek yang dipagari oleh hutan yang rimbun, serta sungai jerni yang megalir disisi desa. “Indah kek! Tuhan maha adil, di saat ada tempat dimana sulit meraih kedamaian tuhan telah menyiapkan tempat lain yang memberi lebih dari kedamaian.”kataku. Perasaanku seakan melayang terhembus angin yang bertiup pelan.
Namun semua ketenangan yang kurasakan langsung hilang seketika tatkala aku mengingat semua masalah yang terjadi diIndonesia. “Kek, aku rasa tempat ini akan bernasip sama dengan dikota, dan aku rasa dimasa depan indonesia hanya tinggal sejarah dan yang tersisa cuma puing bangunan yang terbengkalai.”ketusku kesal “Itukan rasanya Tasya saja, setiap orangkan berbeda, mungkin Tasya merasa pahit namun orang lain mungkin akan merasa manis. Ayo Tasya sekarang ikut kakek” kata kakek sembari menggandeng tanganku.
Kami berjalan menuruni bukit, “Kakek menurut kakek apakah sikap Nasionalisme bangsa yang dimiliki oleh orang-orang dulu akan bertahan, tapi sekarang kakek lihat, banyak sekali berita yang menyatakan bahwa moral bangsa sudah hampir hilang sepenuhnya.” Namun kakek hanya diam dan terus berjalan. “Kakek, Tasya hanya minta pendapat kakek, usia kakek lebih tua dibanding usia Indonesia yang merdeka, kakek tentu tahu bagaiman perkembangan Indonesia yang awalnya semakin maju, namun sekarang malah sebaliknya.” Sekali lagi kakek tidak menjwab apa-apa dan terus berjalan. “Kakek, saat ini Bangsa kita sudah terlanjur berada dalam keterpurukan menurut kakek apa yang harus kita lakukan” tanyaku sekali lagi dan kakek tetap tak menjawab, karena kesal akupun berhenti bertanya.
“Sudah sampai” seru kakek, kami berhenti didepan sebuah pondok yang tepat didepannya terpampang sebuah spanduk yang bertuliskan ‘Bubur Ayam Datuk Selamet’ meliahat spanduk itu aku menyimpulkan bahwa rasa lapar akan membuat seseorang tidak mendengar apa-apa dan tidak mau menghiraukan apapun “Ayo Tasya kita masuk, kamu pasti lapar” kata kakek. Aku duduk di salah satu bangku menunggu kakek yang sedang memesan bubur, aku melihat kakek berbisik dengan si pedagang bubur ayam, sepertinya kakek merencanakan sesuatu.
Kakekpun datang dan meletakkan dua mangkok bubur diatas meja, tepat dihadapanku aku hanya melihat bubur nasi putih di dalm mangkok, “Kakek, disini memesan bubur ayamkan?” tanyaku heran, kakek hanya tersenyum “lalu, kenapa hany bubur nasi dimana potongan ayam, bumbu, sambal, da kerupuk pangsit, serta minyak kacang kedelainya?” tanyaku lagi kakek tidak mau menjawab pertanyaanku.
Tidak lama kemudian sipedagang bubur datang membawa mangkok-mangkok kecil, dan ternyata isinya bahan pelengkap bubur “kenapa harus dipisahkan kek?” tanyaku lagi. “kakek akan menjawab pertanyaan Tasya pa sikap yang harus dimiliki setiap orang saat Indonesia sudah jatuh dalm keterpurukan dan krisis seperti saat ini?” jawab kakek. “Tasya tidak mengerti maksud kakek” kataku semakin bingung
“ Indonesia ibaratkan beras, para pahlawan mereka adalah petani yang menanam padi hingga menjadi beras, kita generasi bangsa bertugas mengumah beras menjadi nasi, namun karena kesalahan kita sendiri maka beras yang seharusnya menjadi nasi malah terlanjur menjadi bubur, dan nasi yang menjadi bubur tidak akan bisa menjadi nasi kembali” Jelas kakek, aku mulai mengerti maksud kakek sekarang.
“Baiklah, ini adalah bumbu yang melambangkan Bhinneka Tunggal Ika, Bumbu ini terdiri dari rempah yang berbeda baik ukuran maupun rasa, terdapat garam, gula, dan masih banyak lagi, walau berbea namun jika di satukan akan membuat suatu makanan menjadi lezat, makanan tidak akan lezat jika kamu hanya menambahkan satu jenis rempah, hanya garam” kata kakek sambil mencampurka bumbu kedalam bubur “Jadi ibaratkan warga negara Indonesia, yang berbeda baik suku maupun agama jika bersatu akan memberteguh bangsa Indonesia, dan tidak akan bisa jika bangsa Indonesia tidak bersatu, ibarat suku batak hanya bisa bersatu dengan yang satu suku tidak akan mewujudkan jiwa persatuan dan keteguhan dalam suatu bangsa, benarkan kek?” kataku sebagai bentuk pahamku
“Ya benar, potongan ayam dan kacang kedelai ini ibaratkan kedewasaan, setelah daging ayam  kacang kedelainya matang dengan proses masak disertai bumbu maka akan menambah keistimewaan dan kelengkapan, sikap dewasa suatu individu jika digabungkan satu sama lain akan memajukan kesejahteraan dan kemakmuran bagi Indonesia” kata kakek lalu mencampurkan ayam kedalam bubur. “lalu untuk apa sambal dan kerupuk pangsitnya?” tanyaku pada kakek “Indonesia terkenal dengan ciri khas sambalnya yang pedas, ini melambangkan ciri khas tekat dan keberanian bangsa indonesia yang luar biasa, lalu kerupuk pangsitnya memberi arti sebagai pelengkap yaitu negara kita ini akan lebih lengkap jika ditaburi dengan kejujuran” jawab kakek, dan dua porsi bubur ayam spesial pun telah siap.
“dan satu lagi, walau kita sudah membuat bubur nasi ini menjadi pengganti nasi namun kita tidak boleh lalai lagi. Jika kita memasak nasi maka masaklah nasi, jangan samapai kita melakukan kesalahan untuk kedua kalinya, jika kita sudah menjadikan bangsa Indonesia lepas dari keterpurukan maka jangan sampai Indonesia kembali kedalam keterpurukan, bubur ini hanya sebagai salah satu cara penggambaran nasionalime, jika ini adalah nasi maka kamu akan membuat lebih dari ini semua.” Jelas kakek
Kakek benar, jika bubur aku hanya bisa menambah bebrapa pelengkap maka bila nasi aku bisa menambahkan ikan, ayam, dan sayur mayur tanpa menghilangkan satu bentuk pelengkap dari bubur, saat terpuruk aku bisa bersikap bersatu, dewasa, tekat, keberanian dan kejujuran maka setelah lepas dari keterpurukan aku bisa menambahnya dengan prestasi dan masih banyak lagi. Aku belajar dari semangkok bubur nasi, dan aku bisa menyampaikan ini kepada Andien dan Dony bahkan seluruh Rakyat Indonesia.


‘Jika kau dapat mengubah kesalahan menjadi istimewa, maka jangan kau ulangi kesalahan yang sama namun mempertahankan keistimewaan menjadi lebih’

Sabtu, 23 April 2016

Danung Danar
“Ibu.... ibu di mana ibu!” jerit Lucia dalam desakan orang-orang yang panik menyelamatkan diri dari tembakan dan ledakan yang menggebuh-gebuh “Lucia.... lucia.... kamu dimana nak” jerit sang Ibu yang menerobos arus langkah-langkah manusia yang ketakutan.
Seseorang menarik Lucia dan membawanya bersembunyi dari kerumunan, mendekap erat gadis kecil itu dalam pelukannya. Tepat pada saat itulah sebuah bom bunuh diri kembali meledak ditenga kerumunan orang-orang, Lucia menutup telinganya dengan kedua tangannya, tangisannya membisu ia gigit bibir mungilnya seakan tak mau bersuara.
Setelah beberapa lama hujanpun turun menghapus debu dan membasahi jasad yang berserakan korban ledakan, Lucia melangkah keluar dari persembunyiannya dan melihat keadaan yang begitu menyayat hatinya, ditatapnya orang yang menyelamatkannya itu, seorang pemuda yang entah dari mana yang telah melindunginya.
Lucia kembali melihat sekelilingnya dan seketika tatapannya terpanah kearah seorang wanita yang telah terbujur kaku berlumuran darah dan air hujan, Lucia langsung berlari kearah wanita itu “Ibuuu.....” teriak Lucia air mata dan air hujan membasahi pipinya di genggamnya tanangan sang ibu.
Pemuda yang menolong Luciapun membawa jasad ibu Lucia dan pergi bersama Lucia menjauh dari tempat yang mengerikan itu.
***
Malam yang kelam Lucia duduk menatap langit didepan gubuk tua sore hari tadi adalah waktu terakhirnya melihat wajah sang ibu “Ayah keman mereka membawamu, ibu telah pergi, bersama Kak Radit dan Kak Ayu, kenapa semua pergi? Lihatlah bahkan langitpun sepi tak berbulan dan berbintang” ucap Lucia dalam Tangisnya yang pilu memecah kesunyian dalam dinginnya malam.
Pemuda yang menyelamatkannyapun duduk disampingnya, Lucia menatap pemuda itu dengan mata berbinar “Terimakasih karena Kak Danung telah menyelamatkanku” kata Lucia pada pemuda tersebut yang bernama Danung
 “Sebenarnya aku minta maaf karena tidak dapat menyelamatkan Ibumu, karena terlalu panik aku tidak sempat memperingati orang di sekiramu. Padahal ada seseorang yang tampak jelas olehku bahwa dia akan meledakkan dirinya” balas Danung. “itu yang dinamakan takdir, memang kakak mungkin akan menyelamatkan mereka semua termasuk ibuku, tapi saat itu kakak tidak dapat melakukannya, setidaknya kakak telah berjasa, dan aku berterimakasih atas itu!” kata Lucia
Wajah sedih Lucia mulai larut dalam canda tawa disisi Danung, setelah beberapa lama tampak dari kejauhan ada seseorang berjalan kearah  mereka, wajahnya mirip seperti Danung hanya saja tubuhnya sedikit lebih tinggi “Danar dari mana saja kamu?” tanya Danung pada orang itu, orang yang bernama Danar itu hanya diam dan masuk kedalam gubuk tua disusul oleh Danung dan Lucia
“Aku yakin bahwa mereka adalah pemberontak yang berada dibawah kendali negara lain untuk merebut kekuasaan di negara kita!” kata Danar dengan tatapan tajam penuh keyakinan “Jika memang benar begitu atas dasar apa?” tanya Danung, Danarpun terdiam sejenak dan memikirkan sesuatu
“Pengeboman sudah dilakukan di 21 wilayah dinegara kita, korbannya adalah waga sipil, dan mereka menggunakan taktik yang sangat hebat sehingga pergerakkan mereka tidak diketahui dan selalu mendadak” jelas Danar “Kemana kita berkumpul?” tanya Danung “SC69” jawab Danar , Danung membuka sebuah pintu rahasia menuju sebuah lorong panjang, Danung, Danar dan Luciapun masuk kedalamnya.
***
Mereka berhenti didepan sebuah pintu besi yang bertuliskan SC69, Danung membukanya dan merekapun masuk kedalamnya, mereka berada didalam sebuah ruangan besar, dindingnya dipenuhi oleh layar-layar monitor, di tengah ruangan terdapat layar hologram, suasana yang berbeda membuat Lucia terpaku, Danung dan Danar sibuk mengotak atik semua tombol memeriksa satu persatu rekaman pada monitor di ruangan tersebut.
“Menurut informasi yang aku terima pemberontak meledakkan sebuah bom di suatu wilayah, saat semua perhatian tertuju pada wilayah tersebut mereka meledakkan bom secara serentak diwilayah lain” kata Danar “Itu merupakan taktik mereka untuk mengalihkan perhatian agar mereka bisa berhasil tanpa diketahui rencana mereka, pantas saja sangat sulit untuk melacak pergerakan mereka” balas Danung
Danar mengangguk “Kita bergerak seperti tikus tanah, memiliki terowongan dan markas bawah tanah, tentu mudah bagi kita melacak mereka” kata Danar, “Apakah ada dari PBB telah menangkap para permberontak?” tanya Danung “Ya tapi mereka bunuh diri sebelum diintrogasi, semua itu hanya untuk menutupi indetitas dan rahasia kelompok mereka!”Danar “Aku bisa gila, tiga bulan sudah semua ini berjalan, terlalu banyak korban yang berjatuhan, apasih yang melatar belakangi semua ini” keluh Danung.
Selama berjam-jam mereka berada diruangan tersebut, Lucia hanya duduk manis disalah satu kursi melihat dua pemuda itu bekerja seakan tak henti-hentinya mengotak atik semua tombol dalam perdepatan yang tak kunjung usai.
***
Merekapun beristirahat digubuk tua, saat fajar tiba Danung telah sibuk dengan  makanan-makanan yang dipersiapkan untuk sarapan, Lucia masih tertidur pulas, terlihat dari wajahnya seakan-akan sekian lama ia bisa benar benar tertidur tanpa batasan waktu, karena semalaman menemani mereka bekerja Danar dan Danung tidak tega membangunkannya.
Saat Danung menyiapkan sarapan, Danar sanangat sibuk dengan kabel-kabel dihadapannya, ia berusaha menyelesaikan robot mininya yang kedua puluh karena ini robot yang terakhir, setelah  beberapa lama Danung berseru “Sarapan siap” serentak dengan Danar “Robotku siap” dan membangunkan Lucia.
“Apa yang siap kak?” tanya Lucia duduk diatas ranjang bambunya sembari mengusap matanya yang masih terpejam, mata kedua pemuda itu tertuju pada Lucia, niat mereka tak ingin membangunkannya tapi seruan mereka malah berbuat sebaliknya. Danang tersenyum dan menghampiri gadis kecil itu, “Sarapannya sudah siap, jadi kamu cuci muka dan tanganmu, lalu kita sarapan bersama” kata Danung
Mereka bertiga sarapan bersama, danar masih ingat dulu dia dan Danung sarapan di gubuk ini bersama adik mereka yang telah meninggal akibat pemberontakan itu, Lucia kini hadir seakan pengobat rindu akan sosok sang adik, Danungpun merasakan hal yang sama.
Setelah sarapan Danar menyiapkan robot-robotnya kedalam rensel, “aku akan kemarkas pusat, jadi tetaplah disini,setelah delapan hari aku akan pulang” kata Danar “aku ikut, dan akanku ajak Lucia”balas Danung “Kau tahu, kau adalah adikku, keluargaku satu-satunya, dan juga Lucia hal baru dalam hidupku, dan aku tidak mau kehilangan kalian, jadi tetaplah disini” jawab Danar. Danungpun terpaksa mengikuti kata kakaknya, dan tetap bersembunyi bersama Lucia.
Dalam perjalanannya dihari kedua, danar mendapat serangan dari pemberontak, sebuah peluru menembus lengan kirinya, dia berlari menyelamatkan diri, tidak jauh darinya ada sebuah anak sungai Danar menceburkan dirinya dan akhirnya ia bisa lolos.
Dimarkas pusat ia menggunakan robotnya untuk menjadi mata-mata, namun karena lukanya dia baru bisa pulang setelah hari kesepuluh, dan itu telah membuat Danung cemas ia khawatir jikalau kakaknya tertangkap pemberontak dan ditahan apalagi sampai dibunuh karena tindakkannya. Sampainya Danar digubuk Danung sangat marah pada kakaknya yang tidak tepat waktu, air matanya menetes, apalagi ia melihat tangan Danar yang terluka, ia sangat cemas dan jika apa yang ia takutkan akan terjadi.
“Maafkan aku, lagi pula kau tak pantas menangis kaukan laki-laki” kata Danar, “Jika aku menangis karena bersyukur akan keselamatanmu itu tidak apa-apa, aku tidak mau jika menangis karena kehilanganmu” marah Danung, Danar mengerti kalau adiknya sudah cukup kehilangan wajar saja jika Danung marah karena ia tidak tepat waktu.
Setelah Danar hampir pulih mereka pun berpindah tempat kesebuah pondok yang tidak jauh dari gubuk mereka, disana telah ada beberpa orang yang menyambut mereka. Dari dalam pondok keluar seorang gadis berambut coklat yang langsung membawa danang kesebuah ruangan didalam pondok.
Gadis itu membuka perban yang menutupi luka danar lalu memukul bahu Danar “agh, sakit, apa-apaan sih, lenganku terluka tapi malah dipukul” ketus Danar “kau seperti anak kecil, lagi pula yang aku pukul itu bahumu, karena ini sekian kalinya kecerobohanmu terulang, aku yakin adikmu pasti marah” kata gadis itu “ini bukan salahku, lagi pula tentu saja Danung marah apa lagi aku tidak tepat waktu untuk sampai digubuk, dia bagai singa” kata Danar, gadis itu hanya tersenyum sambil megobati lika Danar.
“Seperti biasa lukamu cepat pulih, untung saja lenganmu yang tertembak bukan jantungmu” kata gadis itu “kalau jantungku yang tertembak kenapa?” kenapa tanya Danar “ya berhenti berdetaklah” kata gadis itu menghempas lengan Danar yang telah diperban kembali dengan pelan lalu keluar dari ruangan tersebut, Danangpun tersenyum melihat gadis itu.
Setelah itu Danung, Danar, Lucia dan beberapa orang pergi keruangan SC69 dengan sebuah kereta troli, sesampainya duruangan tersebut Danarpun memeriksa rekaman situasi markas pemberontak yang sikirimkan melalui sinyal dari robotnya. Saat sedang melihat rekaman tersebut tiba-tiba Lucia mendekati monitor itu dan ,menyentuh layarnya yang menampilkan sesosok laki-laki yang sedang ditarik dengan tali secara paksa
“Ayah....”kata Lucia pelan, “ternayta anak ini adalah anak jendral”seru salah seorang dari mereka, danungpun memperhatikan tanga Lucia terdapat gelang tembaga dengan kotak yang sangat kecil ditengahnya. “Lucia bolehkah ku pinjam gelangmu?” kata Danung. Lucia mengangguk dan memberikan gelangnya, ternyata terdapat chips memori didalamnya.
Ternyata berisikan letak dimana dokumen rahasia negara disimpan, dan juga rahasia dari pemberontak, dilihat oleh mereka nama anggota pemberontak tersebut, alangkah tercengangnya mereka ternyata seluruh pemberotak itu adalah orang dari negara itu sendiri, dan ternyata ayah Lucia tertangkap setelah penyamarannya terbongkar.
“Selama ini aku salah, rupanya mereka tidak berada dibawah kendali negara lain melainkan bertindak sendiri” kata Danar “ya, selama ini negara ini diperangi oleh rakyatnya sendiri” balas Danung.
***
Televisipun dimatikan oleh Papa “yaah Papa, kami ingin melihat kelanjutan film Danung Danarnya” keluh Tomi “iya papa kok dimatikan televisinya” sahut Tika “tidak perlu diteruskan, kalian tahu negara kita akan dijajah lagi” kata Papa “oleh negara asing Pa?” tanya Tomi “bukan, tapi dengan rakyatnya sendiri” jawab Papa “tapi kenapa” tambah Tika “ya karena  jika jiwa nasionalisme dan patriotisme telah pudar maka hal itu mungkin akan  terjadi” jawab Papa kembali, Tomi Dan Tika mengangguk mengerti.
“Ayo sekarang kita tidur sudah malam, besok kalian harus sekolah, jangan lupa sikat giginya sebelum tidur” kata Papa “baik pa!” seru Tomi dan Tika. Malam ini kedua anak kecil itu telah mengerti akan maksud Papa, dan bertekad untuk tetap menjaga jiwa nasionalisme dan patriotisme dalam diri mereka.


‘SELESAI

Hahaha.. Ado- Ado Bae   Disebuah ruangan diadakan rapat panitia pelaksanaan acara, Bujang juga terlibat sebagai panitia acara. Saat ini ...