Sabtu, 23 April 2016

Danung Danar
“Ibu.... ibu di mana ibu!” jerit Lucia dalam desakan orang-orang yang panik menyelamatkan diri dari tembakan dan ledakan yang menggebuh-gebuh “Lucia.... lucia.... kamu dimana nak” jerit sang Ibu yang menerobos arus langkah-langkah manusia yang ketakutan.
Seseorang menarik Lucia dan membawanya bersembunyi dari kerumunan, mendekap erat gadis kecil itu dalam pelukannya. Tepat pada saat itulah sebuah bom bunuh diri kembali meledak ditenga kerumunan orang-orang, Lucia menutup telinganya dengan kedua tangannya, tangisannya membisu ia gigit bibir mungilnya seakan tak mau bersuara.
Setelah beberapa lama hujanpun turun menghapus debu dan membasahi jasad yang berserakan korban ledakan, Lucia melangkah keluar dari persembunyiannya dan melihat keadaan yang begitu menyayat hatinya, ditatapnya orang yang menyelamatkannya itu, seorang pemuda yang entah dari mana yang telah melindunginya.
Lucia kembali melihat sekelilingnya dan seketika tatapannya terpanah kearah seorang wanita yang telah terbujur kaku berlumuran darah dan air hujan, Lucia langsung berlari kearah wanita itu “Ibuuu.....” teriak Lucia air mata dan air hujan membasahi pipinya di genggamnya tanangan sang ibu.
Pemuda yang menolong Luciapun membawa jasad ibu Lucia dan pergi bersama Lucia menjauh dari tempat yang mengerikan itu.
***
Malam yang kelam Lucia duduk menatap langit didepan gubuk tua sore hari tadi adalah waktu terakhirnya melihat wajah sang ibu “Ayah keman mereka membawamu, ibu telah pergi, bersama Kak Radit dan Kak Ayu, kenapa semua pergi? Lihatlah bahkan langitpun sepi tak berbulan dan berbintang” ucap Lucia dalam Tangisnya yang pilu memecah kesunyian dalam dinginnya malam.
Pemuda yang menyelamatkannyapun duduk disampingnya, Lucia menatap pemuda itu dengan mata berbinar “Terimakasih karena Kak Danung telah menyelamatkanku” kata Lucia pada pemuda tersebut yang bernama Danung
 “Sebenarnya aku minta maaf karena tidak dapat menyelamatkan Ibumu, karena terlalu panik aku tidak sempat memperingati orang di sekiramu. Padahal ada seseorang yang tampak jelas olehku bahwa dia akan meledakkan dirinya” balas Danung. “itu yang dinamakan takdir, memang kakak mungkin akan menyelamatkan mereka semua termasuk ibuku, tapi saat itu kakak tidak dapat melakukannya, setidaknya kakak telah berjasa, dan aku berterimakasih atas itu!” kata Lucia
Wajah sedih Lucia mulai larut dalam canda tawa disisi Danung, setelah beberapa lama tampak dari kejauhan ada seseorang berjalan kearah  mereka, wajahnya mirip seperti Danung hanya saja tubuhnya sedikit lebih tinggi “Danar dari mana saja kamu?” tanya Danung pada orang itu, orang yang bernama Danar itu hanya diam dan masuk kedalam gubuk tua disusul oleh Danung dan Lucia
“Aku yakin bahwa mereka adalah pemberontak yang berada dibawah kendali negara lain untuk merebut kekuasaan di negara kita!” kata Danar dengan tatapan tajam penuh keyakinan “Jika memang benar begitu atas dasar apa?” tanya Danung, Danarpun terdiam sejenak dan memikirkan sesuatu
“Pengeboman sudah dilakukan di 21 wilayah dinegara kita, korbannya adalah waga sipil, dan mereka menggunakan taktik yang sangat hebat sehingga pergerakkan mereka tidak diketahui dan selalu mendadak” jelas Danar “Kemana kita berkumpul?” tanya Danung “SC69” jawab Danar , Danung membuka sebuah pintu rahasia menuju sebuah lorong panjang, Danung, Danar dan Luciapun masuk kedalamnya.
***
Mereka berhenti didepan sebuah pintu besi yang bertuliskan SC69, Danung membukanya dan merekapun masuk kedalamnya, mereka berada didalam sebuah ruangan besar, dindingnya dipenuhi oleh layar-layar monitor, di tengah ruangan terdapat layar hologram, suasana yang berbeda membuat Lucia terpaku, Danung dan Danar sibuk mengotak atik semua tombol memeriksa satu persatu rekaman pada monitor di ruangan tersebut.
“Menurut informasi yang aku terima pemberontak meledakkan sebuah bom di suatu wilayah, saat semua perhatian tertuju pada wilayah tersebut mereka meledakkan bom secara serentak diwilayah lain” kata Danar “Itu merupakan taktik mereka untuk mengalihkan perhatian agar mereka bisa berhasil tanpa diketahui rencana mereka, pantas saja sangat sulit untuk melacak pergerakan mereka” balas Danung
Danar mengangguk “Kita bergerak seperti tikus tanah, memiliki terowongan dan markas bawah tanah, tentu mudah bagi kita melacak mereka” kata Danar, “Apakah ada dari PBB telah menangkap para permberontak?” tanya Danung “Ya tapi mereka bunuh diri sebelum diintrogasi, semua itu hanya untuk menutupi indetitas dan rahasia kelompok mereka!”Danar “Aku bisa gila, tiga bulan sudah semua ini berjalan, terlalu banyak korban yang berjatuhan, apasih yang melatar belakangi semua ini” keluh Danung.
Selama berjam-jam mereka berada diruangan tersebut, Lucia hanya duduk manis disalah satu kursi melihat dua pemuda itu bekerja seakan tak henti-hentinya mengotak atik semua tombol dalam perdepatan yang tak kunjung usai.
***
Merekapun beristirahat digubuk tua, saat fajar tiba Danung telah sibuk dengan  makanan-makanan yang dipersiapkan untuk sarapan, Lucia masih tertidur pulas, terlihat dari wajahnya seakan-akan sekian lama ia bisa benar benar tertidur tanpa batasan waktu, karena semalaman menemani mereka bekerja Danar dan Danung tidak tega membangunkannya.
Saat Danung menyiapkan sarapan, Danar sanangat sibuk dengan kabel-kabel dihadapannya, ia berusaha menyelesaikan robot mininya yang kedua puluh karena ini robot yang terakhir, setelah  beberapa lama Danung berseru “Sarapan siap” serentak dengan Danar “Robotku siap” dan membangunkan Lucia.
“Apa yang siap kak?” tanya Lucia duduk diatas ranjang bambunya sembari mengusap matanya yang masih terpejam, mata kedua pemuda itu tertuju pada Lucia, niat mereka tak ingin membangunkannya tapi seruan mereka malah berbuat sebaliknya. Danang tersenyum dan menghampiri gadis kecil itu, “Sarapannya sudah siap, jadi kamu cuci muka dan tanganmu, lalu kita sarapan bersama” kata Danung
Mereka bertiga sarapan bersama, danar masih ingat dulu dia dan Danung sarapan di gubuk ini bersama adik mereka yang telah meninggal akibat pemberontakan itu, Lucia kini hadir seakan pengobat rindu akan sosok sang adik, Danungpun merasakan hal yang sama.
Setelah sarapan Danar menyiapkan robot-robotnya kedalam rensel, “aku akan kemarkas pusat, jadi tetaplah disini,setelah delapan hari aku akan pulang” kata Danar “aku ikut, dan akanku ajak Lucia”balas Danung “Kau tahu, kau adalah adikku, keluargaku satu-satunya, dan juga Lucia hal baru dalam hidupku, dan aku tidak mau kehilangan kalian, jadi tetaplah disini” jawab Danar. Danungpun terpaksa mengikuti kata kakaknya, dan tetap bersembunyi bersama Lucia.
Dalam perjalanannya dihari kedua, danar mendapat serangan dari pemberontak, sebuah peluru menembus lengan kirinya, dia berlari menyelamatkan diri, tidak jauh darinya ada sebuah anak sungai Danar menceburkan dirinya dan akhirnya ia bisa lolos.
Dimarkas pusat ia menggunakan robotnya untuk menjadi mata-mata, namun karena lukanya dia baru bisa pulang setelah hari kesepuluh, dan itu telah membuat Danung cemas ia khawatir jikalau kakaknya tertangkap pemberontak dan ditahan apalagi sampai dibunuh karena tindakkannya. Sampainya Danar digubuk Danung sangat marah pada kakaknya yang tidak tepat waktu, air matanya menetes, apalagi ia melihat tangan Danar yang terluka, ia sangat cemas dan jika apa yang ia takutkan akan terjadi.
“Maafkan aku, lagi pula kau tak pantas menangis kaukan laki-laki” kata Danar, “Jika aku menangis karena bersyukur akan keselamatanmu itu tidak apa-apa, aku tidak mau jika menangis karena kehilanganmu” marah Danung, Danar mengerti kalau adiknya sudah cukup kehilangan wajar saja jika Danung marah karena ia tidak tepat waktu.
Setelah Danar hampir pulih mereka pun berpindah tempat kesebuah pondok yang tidak jauh dari gubuk mereka, disana telah ada beberpa orang yang menyambut mereka. Dari dalam pondok keluar seorang gadis berambut coklat yang langsung membawa danang kesebuah ruangan didalam pondok.
Gadis itu membuka perban yang menutupi luka danar lalu memukul bahu Danar “agh, sakit, apa-apaan sih, lenganku terluka tapi malah dipukul” ketus Danar “kau seperti anak kecil, lagi pula yang aku pukul itu bahumu, karena ini sekian kalinya kecerobohanmu terulang, aku yakin adikmu pasti marah” kata gadis itu “ini bukan salahku, lagi pula tentu saja Danung marah apa lagi aku tidak tepat waktu untuk sampai digubuk, dia bagai singa” kata Danar, gadis itu hanya tersenyum sambil megobati lika Danar.
“Seperti biasa lukamu cepat pulih, untung saja lenganmu yang tertembak bukan jantungmu” kata gadis itu “kalau jantungku yang tertembak kenapa?” kenapa tanya Danar “ya berhenti berdetaklah” kata gadis itu menghempas lengan Danar yang telah diperban kembali dengan pelan lalu keluar dari ruangan tersebut, Danangpun tersenyum melihat gadis itu.
Setelah itu Danung, Danar, Lucia dan beberapa orang pergi keruangan SC69 dengan sebuah kereta troli, sesampainya duruangan tersebut Danarpun memeriksa rekaman situasi markas pemberontak yang sikirimkan melalui sinyal dari robotnya. Saat sedang melihat rekaman tersebut tiba-tiba Lucia mendekati monitor itu dan ,menyentuh layarnya yang menampilkan sesosok laki-laki yang sedang ditarik dengan tali secara paksa
“Ayah....”kata Lucia pelan, “ternayta anak ini adalah anak jendral”seru salah seorang dari mereka, danungpun memperhatikan tanga Lucia terdapat gelang tembaga dengan kotak yang sangat kecil ditengahnya. “Lucia bolehkah ku pinjam gelangmu?” kata Danung. Lucia mengangguk dan memberikan gelangnya, ternyata terdapat chips memori didalamnya.
Ternyata berisikan letak dimana dokumen rahasia negara disimpan, dan juga rahasia dari pemberontak, dilihat oleh mereka nama anggota pemberontak tersebut, alangkah tercengangnya mereka ternyata seluruh pemberotak itu adalah orang dari negara itu sendiri, dan ternyata ayah Lucia tertangkap setelah penyamarannya terbongkar.
“Selama ini aku salah, rupanya mereka tidak berada dibawah kendali negara lain melainkan bertindak sendiri” kata Danar “ya, selama ini negara ini diperangi oleh rakyatnya sendiri” balas Danung.
***
Televisipun dimatikan oleh Papa “yaah Papa, kami ingin melihat kelanjutan film Danung Danarnya” keluh Tomi “iya papa kok dimatikan televisinya” sahut Tika “tidak perlu diteruskan, kalian tahu negara kita akan dijajah lagi” kata Papa “oleh negara asing Pa?” tanya Tomi “bukan, tapi dengan rakyatnya sendiri” jawab Papa “tapi kenapa” tambah Tika “ya karena  jika jiwa nasionalisme dan patriotisme telah pudar maka hal itu mungkin akan  terjadi” jawab Papa kembali, Tomi Dan Tika mengangguk mengerti.
“Ayo sekarang kita tidur sudah malam, besok kalian harus sekolah, jangan lupa sikat giginya sebelum tidur” kata Papa “baik pa!” seru Tomi dan Tika. Malam ini kedua anak kecil itu telah mengerti akan maksud Papa, dan bertekad untuk tetap menjaga jiwa nasionalisme dan patriotisme dalam diri mereka.


‘SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hahaha.. Ado- Ado Bae   Disebuah ruangan diadakan rapat panitia pelaksanaan acara, Bujang juga terlibat sebagai panitia acara. Saat ini ...