Danung Danar
“Ibu....
ibu di mana ibu!” jerit Lucia dalam desakan orang-orang yang panik
menyelamatkan diri dari tembakan dan ledakan yang menggebuh-gebuh “Lucia....
lucia.... kamu dimana nak” jerit sang Ibu yang menerobos arus langkah-langkah
manusia yang ketakutan.
Seseorang
menarik Lucia dan membawanya bersembunyi dari kerumunan, mendekap erat gadis
kecil itu dalam pelukannya. Tepat pada saat itulah sebuah bom bunuh diri
kembali meledak ditenga kerumunan orang-orang, Lucia menutup telinganya dengan
kedua tangannya, tangisannya membisu ia gigit bibir mungilnya seakan tak mau
bersuara.
Setelah
beberapa lama hujanpun turun menghapus debu dan membasahi jasad yang berserakan
korban ledakan, Lucia melangkah keluar dari persembunyiannya dan melihat
keadaan yang begitu menyayat hatinya, ditatapnya orang yang menyelamatkannya
itu, seorang pemuda yang entah dari mana yang telah melindunginya.
Lucia
kembali melihat sekelilingnya dan seketika tatapannya terpanah kearah seorang
wanita yang telah terbujur kaku berlumuran darah dan air hujan, Lucia langsung
berlari kearah wanita itu “Ibuuu.....” teriak Lucia air mata dan air hujan
membasahi pipinya di genggamnya tanangan sang ibu.
Pemuda
yang menolong Luciapun membawa jasad ibu Lucia dan pergi bersama Lucia menjauh
dari tempat yang mengerikan itu.
***
Malam
yang kelam Lucia duduk menatap langit didepan gubuk tua sore hari tadi adalah
waktu terakhirnya melihat wajah sang ibu “Ayah keman mereka membawamu, ibu
telah pergi, bersama Kak Radit dan Kak Ayu, kenapa semua pergi? Lihatlah bahkan
langitpun sepi tak berbulan dan berbintang” ucap Lucia dalam Tangisnya yang
pilu memecah kesunyian dalam dinginnya malam.
Pemuda
yang menyelamatkannyapun duduk disampingnya, Lucia menatap pemuda itu dengan
mata berbinar “Terimakasih karena Kak Danung telah menyelamatkanku” kata Lucia
pada pemuda tersebut yang bernama Danung
“Sebenarnya aku minta maaf karena tidak dapat
menyelamatkan Ibumu, karena terlalu panik aku tidak sempat memperingati orang
di sekiramu. Padahal ada seseorang yang tampak jelas olehku bahwa dia akan
meledakkan dirinya” balas Danung. “itu yang dinamakan takdir, memang kakak
mungkin akan menyelamatkan mereka semua termasuk ibuku, tapi saat itu kakak
tidak dapat melakukannya, setidaknya kakak telah berjasa, dan aku
berterimakasih atas itu!” kata Lucia
Wajah
sedih Lucia mulai larut dalam canda tawa disisi Danung, setelah beberapa lama
tampak dari kejauhan ada seseorang berjalan kearah mereka, wajahnya mirip seperti Danung hanya
saja tubuhnya sedikit lebih tinggi “Danar dari mana saja kamu?” tanya Danung
pada orang itu, orang yang bernama Danar itu hanya diam dan masuk kedalam gubuk
tua disusul oleh Danung dan Lucia
“Aku
yakin bahwa mereka adalah pemberontak yang berada dibawah kendali negara lain
untuk merebut kekuasaan di negara kita!” kata Danar dengan tatapan tajam penuh
keyakinan “Jika memang benar begitu atas dasar apa?” tanya Danung, Danarpun
terdiam sejenak dan memikirkan sesuatu
“Pengeboman
sudah dilakukan di 21 wilayah dinegara kita, korbannya adalah waga sipil, dan
mereka menggunakan taktik yang sangat hebat sehingga pergerakkan mereka tidak
diketahui dan selalu mendadak” jelas Danar “Kemana kita berkumpul?” tanya
Danung “SC69” jawab Danar , Danung membuka sebuah pintu rahasia menuju sebuah
lorong panjang, Danung, Danar dan Luciapun masuk kedalamnya.
***
Mereka
berhenti didepan sebuah pintu besi yang bertuliskan SC69, Danung membukanya dan
merekapun masuk kedalamnya, mereka berada didalam sebuah ruangan besar,
dindingnya dipenuhi oleh layar-layar monitor, di tengah ruangan terdapat layar
hologram, suasana yang berbeda membuat Lucia terpaku, Danung dan Danar sibuk
mengotak atik semua tombol memeriksa satu persatu rekaman pada monitor di
ruangan tersebut.
“Menurut
informasi yang aku terima pemberontak meledakkan sebuah bom di suatu wilayah,
saat semua perhatian tertuju pada wilayah tersebut mereka meledakkan bom secara
serentak diwilayah lain” kata Danar “Itu merupakan taktik mereka untuk mengalihkan
perhatian agar mereka bisa berhasil tanpa diketahui rencana mereka, pantas saja
sangat sulit untuk melacak pergerakan mereka” balas Danung
Danar
mengangguk “Kita bergerak seperti tikus tanah, memiliki terowongan dan markas
bawah tanah, tentu mudah bagi kita melacak mereka” kata Danar, “Apakah ada dari
PBB telah menangkap para permberontak?” tanya Danung “Ya tapi mereka bunuh diri
sebelum diintrogasi, semua itu hanya untuk menutupi indetitas dan rahasia
kelompok mereka!”Danar “Aku bisa gila, tiga bulan sudah semua ini berjalan,
terlalu banyak korban yang berjatuhan, apasih yang melatar belakangi semua ini”
keluh Danung.
Selama
berjam-jam mereka berada diruangan tersebut, Lucia hanya duduk manis disalah
satu kursi melihat dua pemuda itu bekerja seakan tak henti-hentinya mengotak
atik semua tombol dalam perdepatan yang tak kunjung usai.
***
Merekapun
beristirahat digubuk tua, saat fajar tiba Danung telah sibuk dengan makanan-makanan yang dipersiapkan untuk
sarapan, Lucia masih tertidur pulas, terlihat dari wajahnya seakan-akan sekian
lama ia bisa benar benar tertidur tanpa batasan waktu, karena semalaman
menemani mereka bekerja Danar dan Danung tidak tega membangunkannya.
Saat
Danung menyiapkan sarapan, Danar sanangat sibuk dengan kabel-kabel
dihadapannya, ia berusaha menyelesaikan robot mininya yang kedua puluh karena
ini robot yang terakhir, setelah
beberapa lama Danung berseru “Sarapan siap” serentak dengan Danar
“Robotku siap” dan membangunkan Lucia.
“Apa
yang siap kak?” tanya Lucia duduk diatas ranjang bambunya sembari mengusap
matanya yang masih terpejam, mata kedua pemuda itu tertuju pada Lucia, niat
mereka tak ingin membangunkannya tapi seruan mereka malah berbuat sebaliknya.
Danang tersenyum dan menghampiri gadis kecil itu, “Sarapannya sudah siap, jadi
kamu cuci muka dan tanganmu, lalu kita sarapan bersama” kata Danung
Mereka
bertiga sarapan bersama, danar masih ingat dulu dia dan Danung sarapan di gubuk
ini bersama adik mereka yang telah meninggal akibat pemberontakan itu, Lucia
kini hadir seakan pengobat rindu akan sosok sang adik, Danungpun merasakan hal
yang sama.
Setelah
sarapan Danar menyiapkan robot-robotnya kedalam rensel, “aku akan kemarkas
pusat, jadi tetaplah disini,setelah delapan hari aku akan pulang” kata Danar
“aku ikut, dan akanku ajak Lucia”balas Danung “Kau tahu, kau adalah adikku,
keluargaku satu-satunya, dan juga Lucia hal baru dalam hidupku, dan aku tidak
mau kehilangan kalian, jadi tetaplah disini” jawab Danar. Danungpun terpaksa
mengikuti kata kakaknya, dan tetap bersembunyi bersama Lucia.
Dalam
perjalanannya dihari kedua, danar mendapat serangan dari pemberontak, sebuah
peluru menembus lengan kirinya, dia berlari menyelamatkan diri, tidak jauh
darinya ada sebuah anak sungai Danar menceburkan dirinya dan akhirnya ia bisa
lolos.
Dimarkas
pusat ia menggunakan robotnya untuk menjadi mata-mata, namun karena lukanya dia
baru bisa pulang setelah hari kesepuluh, dan itu telah membuat Danung cemas ia
khawatir jikalau kakaknya tertangkap pemberontak dan ditahan apalagi sampai
dibunuh karena tindakkannya. Sampainya Danar digubuk Danung sangat marah pada
kakaknya yang tidak tepat waktu, air matanya menetes, apalagi ia melihat tangan
Danar yang terluka, ia sangat cemas dan jika apa yang ia takutkan akan terjadi.
“Maafkan
aku, lagi pula kau tak pantas menangis kaukan laki-laki” kata Danar, “Jika aku
menangis karena bersyukur akan keselamatanmu itu tidak apa-apa, aku tidak mau
jika menangis karena kehilanganmu” marah Danung, Danar mengerti kalau adiknya
sudah cukup kehilangan wajar saja jika Danung marah karena ia tidak tepat
waktu.
Setelah
Danar hampir pulih mereka pun berpindah tempat kesebuah pondok yang tidak jauh
dari gubuk mereka, disana telah ada beberpa orang yang menyambut mereka. Dari
dalam pondok keluar seorang gadis berambut coklat yang langsung membawa danang
kesebuah ruangan didalam pondok.
Gadis
itu membuka perban yang menutupi luka danar lalu memukul bahu Danar “agh,
sakit, apa-apaan sih, lenganku terluka tapi malah dipukul” ketus Danar “kau
seperti anak kecil, lagi pula yang aku pukul itu bahumu, karena ini sekian
kalinya kecerobohanmu terulang, aku yakin adikmu pasti marah” kata gadis itu
“ini bukan salahku, lagi pula tentu saja Danung marah apa lagi aku tidak tepat
waktu untuk sampai digubuk, dia bagai singa” kata Danar, gadis itu hanya
tersenyum sambil megobati lika Danar.
“Seperti
biasa lukamu cepat pulih, untung saja lenganmu yang tertembak bukan jantungmu”
kata gadis itu “kalau jantungku yang tertembak kenapa?” kenapa tanya Danar “ya
berhenti berdetaklah” kata gadis itu menghempas lengan Danar yang telah
diperban kembali dengan pelan lalu keluar dari ruangan tersebut, Danangpun
tersenyum melihat gadis itu.
Setelah
itu Danung, Danar, Lucia dan beberapa orang pergi keruangan SC69 dengan sebuah
kereta troli, sesampainya duruangan tersebut Danarpun memeriksa rekaman situasi
markas pemberontak yang sikirimkan melalui sinyal dari robotnya. Saat sedang
melihat rekaman tersebut tiba-tiba Lucia mendekati monitor itu dan ,menyentuh
layarnya yang menampilkan sesosok laki-laki yang sedang ditarik dengan tali
secara paksa
“Ayah....”kata
Lucia pelan, “ternayta anak ini adalah anak jendral”seru salah seorang dari
mereka, danungpun memperhatikan tanga Lucia terdapat gelang tembaga dengan
kotak yang sangat kecil ditengahnya. “Lucia bolehkah ku pinjam gelangmu?” kata
Danung. Lucia mengangguk dan memberikan gelangnya, ternyata terdapat chips
memori didalamnya.
Ternyata
berisikan letak dimana dokumen rahasia negara disimpan, dan juga rahasia dari
pemberontak, dilihat oleh mereka nama anggota pemberontak tersebut, alangkah
tercengangnya mereka ternyata seluruh pemberotak itu adalah orang dari negara
itu sendiri, dan ternyata ayah Lucia tertangkap setelah penyamarannya
terbongkar.
“Selama
ini aku salah, rupanya mereka tidak berada dibawah kendali negara lain
melainkan bertindak sendiri” kata Danar “ya, selama ini negara ini diperangi
oleh rakyatnya sendiri” balas Danung.
***
Televisipun
dimatikan oleh Papa “yaah Papa, kami ingin melihat kelanjutan film Danung
Danarnya” keluh Tomi “iya papa kok dimatikan televisinya” sahut Tika “tidak
perlu diteruskan, kalian tahu negara kita akan dijajah lagi” kata Papa “oleh
negara asing Pa?” tanya Tomi “bukan, tapi dengan rakyatnya sendiri” jawab Papa
“tapi kenapa” tambah Tika “ya karena
jika jiwa nasionalisme dan patriotisme telah pudar maka hal itu mungkin
akan terjadi” jawab Papa kembali, Tomi
Dan Tika mengangguk mengerti.
“Ayo
sekarang kita tidur sudah malam, besok kalian harus sekolah, jangan lupa sikat
giginya sebelum tidur” kata Papa “baik pa!” seru Tomi dan Tika. Malam ini kedua
anak kecil itu telah mengerti akan maksud Papa, dan bertekad untuk tetap
menjaga jiwa nasionalisme dan patriotisme dalam diri mereka.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar