Tempoyak Mak Uwo
Syela Mahliga W
Setelah
menerima rapor, sekolah diliburkan selama dua minggu, Mayang sudah meminta
kepada Ayah dan Bunda untuk berlibur di rumah Mak uwo nya karena sudah lama dia
tidak ke sana. Mak uwo adalah kakak dari ayahnya, terakhir dia ke sana sekitar 3
tahun yang lalu, dia ingat saat berlibur ke sana Mak uwo memasak makan- makan
yang lezat, dia juga merindukan semua kegiatan menyenangkan saat berada di
sana.
Hari kamis
saat masih pagi, sehari setelah menerima lapor Ayah dan Bunda mengantar Mayang
ke rumah Mak uwo, mereka menempuh perjalanan dengan mobil dari kota Jambi ke
Muaro Jambi. Saat berada di desa tempat Mak uwo tinggal, kita akan melihat
rumah- rumah panggung dan pohon- pohon pinang di kanan kiri jalan yang tumbuh
berjejer. Mereka sampai di depan rumah Mak uwo, itu adalah sebuah rumah
panggung yang terbuat dari kayu, rumah itu terlihat sudah tua namun masih
kokoh. Begitu tiba di sana Mayang dan orang tuanya disambut dengan sangat ramah
oleh Mak uwo.
Bunda
memeluk erat Mak uwo, mereka adalah saudara yang sedang melepaskan kerinduan.
Mak uwo melihat ke arah Mayang
“Cantiknya,
sudah besar ya sekarang, sini peluk dulu” Mak uwo memeluk Mayang
“ Makwo
apa kabar” sapa Mayang setelah lepas dari pelukan Mak uwo
“Alhamdulillah
baik, Mayang sekarang cantik sekali” Mak uwo tak henti- hentinya melontarkan
pujian pada ponakannya. Sosoknya yang sangat penyayang pada anak- anak membuat
Mayang sangat menyukainya.
Mak uwo
tinggal sendiri karena suaminya telah lama meninggal dan anaknya merantau ke
Jakarta, jadi dia sangat bahagia jika keluarganya datang. Mak uwo menyuguhkan
mereka dengan kue putri kandis yang manis ditemani teh hangat, Mak uwo memang
hobi memasak makanan, tidak heran jika ada beberapa makanan lezat tersedia di
rumah Mak uwo.
Suasana
menjadi sangat hangat, karena keluarga yang sudah lama tidak berjumpa kini
berkumpul dan berbincang- bincang bersama. Namun orang tua Mayang harus kembali
ke kota karena mereka masih harus bekerja besok.
“Mayang
jangan nakal ya” pesan ayah pada Mayang
“Siap
ayah” Mayang tersenyum dan kemudian memeluk Ayah dan Bunda, sebenarnya berat
bagi kedua orang tuanya meninggalkan putri mereka, namun mereka sangat
mempercayai Mak uwo dapat menjaga Mayang dengan baik.
Setelah
Ayah dan Bunda pergi, Mak uwo mengajak Mayang untuk pergi ke dapur, sampai di
dapur mayang melihat ada beberapa buah durian tergeletak di lantai. Sebenarnya
sejak pertama sampai di rumah itu Mayang sudah penasaran karena dia mencium bau
durian, karena aromanya yang menyengat dan manis membuat Mayang ingin memakannya.
“Wah, ada
durian” Mayang terdengar girang, dia sangat ingin memakannya
“Itu
duriannya mau dijadikan tempoyak” kata Mak uwo sambil mengambil durian- durian
itu
“Yaah, gak
boleh di makan aja ya Makwo? Mayang mau makan duriannya, tapi memangnya
gimana bikin tempoyak dari durian?” Mayang kecewa namun juga penasaran, dia
ingin tahu bagaimana cara membuat tempoyak durian.
“Nah
inikan duriannya ada 3, satu untuk Mayang makan dan dua lagi kita buat jadi
tempoyak”
Mak uwo
memisahkan satu buah durian untuk Mayang, sebenarnya Mayang masih tidak puas
karena juga sudah lama dia tidak makan durian, tapi dia tidak boleh serakah.
Mak uwo lalu mengajak Mayang membuat tempoyak, tapi sebelum itu Mak uwo
menyuruh untuk mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan plastik.
“Nah,
sekarang mari kita buat ya tempoyak nya” Mak uwo mengambil pisau dan membelah
dua duriannya. Mayang membantu mengambil isi buah durian dan memindahkannya ke
dalam baskom kecil. Setelah dua durian itu di ambil isinya, Mak uwo memasukkan
kulit duriannya dan meletakkannya di pintu belakang agar tidak tercecer, karena
kulit durian yang berduri dan tajam, jika tersandung atau terinjak kaki bisa
terluka.
“Sekarang
duriannya mau diapakan Makwo?” tanya Mayang
“Ini biji
sama dagingnya kita pisahkan dulu” Kata Mak uwo
Mayang dan
Mak uwo pun memisahkan daging dan biji durian, Mayang benar- benar ingin
memakan duriannya, namun dia takut nanti Mak uwo marah jika dia memakannya
karena Mak uwo sudah menyisihkan satu buah durian untuknya.
Saat
sedang memisahkan duriannya Mak uwo berdiri dan pergi mengambil sesuatu. Mayang
yang tidak bisa bertahan dari aroma manis durian diam- diam langsung memasukkan
satu biji durian dan mengulumnya.
Saat
durian itu masuk ke mulutnya, dia bisa merasakan daging durian yang lembut dan
manis lumer di mulutnya, dengan cepat dia memakan duriannya agar tidak ketahuan
oleh Mak uwo karena diam- diam memakan durian. Dia bertingkah seperti pencuri
kecil yang menggemaskan.
Sukses
dengan satu biji durian, karena Mak uwo belum kembali Mayang memakan durian
lagi, tapi saat dia memakan untuk ketiga kalinya Mak uwo sudah datang sebelum
dia sempat mengeluarkan biji durian di dalam mulutnya. Mak uwo melihat Mayang
dengan sebelah pipi yang menggembung tersenyum, dia tahu bahwa Mayang memakan
duriannya.
“Hahaha,
sudah tidak apa- apa, makan saja” Mak uwo tertawa melihat wajah pencuri
kecilnya sangat imut, dia tidak mengira bahwa wajah Mayang yang panik dengan
pipinya yang menggembung itu sangat lucu. Mayang merasa sangat malu.
Mayang
melihat Mak uwo datang membawa galon kecil berukuran 5 liter yang
biasanya untuk wadah minyak, ternyata Mak uwo pergi untuk mengambil galon itu.
Rasa penasaran Mayang muncul kembali namun dia masih merasa malu untuk bertanya
pada Mak uwo.
Setelah di
pisahkan antara daging dan bijinya, lalu daging durian dihaluskan dan
kemudian diberi garam, Mak uwo meminta Mayang untuk mengambil toples garam di
atas meja.
“Makwo
garamnya berapa banyak?” tanya Mayang sambil memberikan garam pada Mak uwo.
“Secukupnya
saja, ya sekitar dua atau tiga sendok teh” kata Mak uwo sambil menaburkan garam
dengan tangannya
“Tapi
Makwo gak diukur dulu pakai sendok? kok langsung dicampur garamnya? nanti
kebanyakan” Mayang bingung karena Mak uwo memasukkan garam tanpa menakarnya
terlebih dahulu
“Makwo ini
koki hebat, jadi tidak perlu diukur- ukur” canda Mak uwo dengan nada sombong.
Setelah
diberi garam kemudian duriannya diaduk kemudian Mak uwo memasukkannya ke
dalam galon kecil tadi dan menutup rapat galonnya.
“Loh kok
dimasukin ke dalam galon Makwo?”
“Ini biar
duriannya terfermentasi, kita diamkan selama tiga sampai tiga hari, yah paling
lama itu tujuh sampai sepuluh hari”
“Bukannya
nanti busuk duriannya? Memangnya enak?”
“Kan tadi
di kasih garam, duriannya nanti terfermentasi dan garamnya juga sebagai
pengawet. Tentu enak dong, tempoyak Mak uwo itu pasti enak” Mak uwo sangat
percaya diri bahwa tempoyak nya akan sukses.
Setelah
membuat tempoyak, Mak uwo menyimpan galon di dalam lemari penyimpanan.
Lalu mengambil buah durian yang tersisa dan membelahnya
“Nah
sekarang ayo kita makan duriannya”
“Yeey,
akhirnya... terimakasih Makwo”
Mayang
sangat senang, Mak uwo memang baik, bahkan dia tidak marah ketika melihat
mayang yang diam- diam memakan durian untuk tempoyak. Sore itu mereka menikmati
senja dengan ditemani durian. Mayang tidak sabar menunggu tiga hari lagi, dia
penasaran bagaimana rasa tempoyak durian, apakah masih sama dengan durian yang
dia makan saat ini.
Esoknya
Mayang bermain bersama anak- anak yang tinggal di sekitar rumah Mak uwo. Siang itu
hari terasa sangat panas, mereka pun mengajak mayang pergi mengambil tebu. Ada
sekitar 5 orang anak termasuk Mayang pergi ke kebun milik salah satu tetangga
Mak uwo. Sampai di kebun mereka menemui Pakcik Hasim, itu lah panggilan
akrabnya di sana. Pakcik sedang memanjat pohon pinang.
“Pakcik
boleh minta tebu?” tanya salah satu anak bernama Khobir dengar berteriak
kencang.
“Boleh,
tunggu sebentar Pakcik turun” teriak Pakcik dari atas.
Pakcik
Hasim memang terkenal sangat dermawan dan menyukai anak- anak, hal itu membuat
Mayang yakin bahwa semua orang dewasa di sini menyukai anak- anak. Sembari
menunggu Pakcik turun, anak- anak mengumpulkan pinang yang berserakan di atas
tanah, ternyata Pakcik sedang memetik pinang. Di desa ini memang terdapat
banyak pohon pinang yang tumbuh berjejer, bahkan kita selalu disuguhkan dengan
pemandangan pinang- pinang yang dijemur di halaman setiap rumah. Pakcik telah
sampai di bawah
“Terimakasih,
kalian anak- anak baik” puji Pakcik melihat pinang- pinang sudah dikumpulkan.
“Nah ayo
kita makan tebu” Pakcik mengambil parang yang ada di dekat pohon pinang dan
menuntun anak- anak ke kebun tebu yang jaraknya sangat dekat dengan tempat awal
mereka.
Mayang
merasa senang, sudah lama dia tidak memakan tebu. Pakcik meminta anak- anak
berhati- hati karena batang dan daun tebu ditutupi bulu- bulu halus dan kulit
mereka bisa saja terluka jika bergesekan dengan daun tebu. Pakcik memilih-
milih tebu lalu menebas beberapa batang tebu, anak- anak merasa gembira. Pakcik
memotong batang tebu menjadi beberapa bagian dan mengupas kulitnya, kemudian
memberikannya kepada anak- anak. Mereka duduk di tengah- tengah kebun tebu dan
menikmati kebersamaan sambil memakan tebu.
Jika
tebunya terlalu tua maka akan sulit memakannya karena sudah keras, untunglah
Pakcik memilih tebu yang bagus. Batang tebunya mudah digigit, saat kamu
menggigitnya maka air tebu akan keluar, rasanya sangat manis namun ada sedikit
hambar. Anak- anak terlihat asik menghisap batang tebu, menikmati tebu di siang
hari memang cocok sebagai pelepas dahaga. Setelahnya mereka kembali ke rumah,
Pakcik memberikan mereka masing- masing satu batang tebu sepanjang lengan orang
dewasa untuk dibawa pulang.
Hari kedua
menanti tempoyak, Mak uwo mengajak mayang ke rumah Pakcik Hasim, karena kemarin
Pakcik baru memanen pinang, hari ini ibu- ibu pergi ke rumah Pakcik untuk
mengupas pinang. Sesampainya di rumah Pakcik terlihat ibu- ibu yang berkumpul
sambil berbincang – bincang di samping tumpukan buah pinang, tangan mereka
terlihat lihat membelah pinang. Suasana yang akan kamu temui di desa- desa di
Jambi, karena Jambi terdapat banyak pohon pinang, jadi mengelola pinang adalah
hal yang lumrah dan menjadi kebiasaan masyarakat yang dilakukan bersama- sama.
Hari
ketiga adalah hari sabtu, Mayang tidak sabar mencicipi tempoyak nya, namun Mak
uwo berkata bahwa tempoyak nya belum boleh di makan. Mayang kecewa tapi dia
tidak mau bertanya alasannya. Mayang yang kesal duduk di tangga depan rumah
dengan memasang wajah cemberut, di tidak mau berbicara dengan Mak uwo karena marah.
Mak uwo hanya bisa memaklumi sifat Mayang, tapi dia merasa bahwa wajah cemberut
keponakannya itu menggemaskan, jadi dia tidak ada niatan untuk membujuknya.
Dari
kejauhan Mayang melihat ada sebuah mobil yang mendekat, Mayang langsung teriak
dan berlari kedalam rumah
“Makwo...
Makwo... Ayah sama Bunda datang” teriak Mayang menghampiri Mak uwo dan
menariknya keluar, Mak uwo hanya tersenyum kemana perginya wajah cemberut tadi.
Melihat Ayah dan Bunda keluar dari mobil Mayang langsung berlari menghampiri,
dipeluknya Bunda dengan erat. Mereka pun masuk kedalam rumah.
Di dalam
rumah mayang bercerita tentang pengalamannya sambil duduk di pangkuan Ayah di
ruang tamu, dia tampak sangat semangat. Sedangkan Mak uwo pergi bersama Bunda
ke dapur. Mayang menceritakan tentang cara membuat tempoyak, bak seorang ahli
dia menjelaskan prosesnya pada ayahnya, Mayang juga bercerita tentang
pengalamannya dan teman- teman barunya memakan tebu di kebun serta kegiatan
kemarin bersama Mak uwo mengupas pinang.
Setelah
lama asik bercerita dengan ayahnya Mayang mencium aroma lezat dari dapur, dia
pun pergi ke dapur, dilihatnya Mak uwo dan Bunda sedang memasak. Dia melihat
wadah tempoyak telah dibuka
“Tempoyak nya mana?
“Ini”
bunda menunjuk ke kuali, Mayang mencium aroma durian.
“Itu
namanya tempoyak ikan baung” kata Mak uwo
Mayang
tergiur, iya ingin mencicipi tempoyak ikan baung. Sebelum meninggalkan Mak uwo
dan Bunda, Mayang diam- diam mencicipi sedikit sisa tempoyak yang ada di
galon. Dia mencolek tempoyak dan memakannya. Ternyata rasanya tidak seperti
durian biasanya, bukannya manis tapi rasanya malah asam, dia tidak menyukainya
karena rasanya mirip durian busuk. Apakah rasa tempoyak ikan baung enak,
pertanyaan itu ada kepalanya.
Setelah
masakan matang, Bunda dan Mak uwo membawa makanan ke ruang tamu, Mayang dengan
sigap membantu membawakan piring dan sendok. Saat makanan telah tersaji
pandangan Mayang tak lepas dari tempoyak ikan baung kemudian saat dia melihat
Ayah dan Bunda makan dengan lahap dia benar- benar penasaran.
“Coba aaak,
cicip dulu” Mak uwo menyuapi Mayang, awalnya dia ragu namun akhirnya tanpa basa
basi mayang menerima suapan Mak uwo. Rasa asam, manis, pedas dan gurih menjadi
satu dan aromanya sangat nikmat, dia tidak menyangka rasanya sangat enak. Ayah,
Bunda dan juga Mak uwo tertawa melihat ekspresi Mayang yang terkejut dan kagum,
mereka tahu bahwa Mayang menyukainya.
“Rasanya
kok enak banget, Mayang mau lagi Makwo”
Mak uwo
kembali menyuapi Mayang, mereka makan bersama dan menciptakan suasana yang
hangat dan menyenangkan. Itu adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan dan
sangat berharga bagi Mayang, terutama dia bisa berkumpul bersama orang- orang
yang dia sayangi.