Jumat, 30 November 2018

IMAJINER

Cincin
Bunga persik bermekaran, Syena duduk dibangku taman. Hari ini adalah hari pertama diadi  kota seoul, udara sangat hangat dan nyaman di musim semi, setelah cukup lama menikmati pemandangan Syena pun memilih untuk pulang penginapan. Tangan kirinya sibuk memainkan sebuah benda namun Syena tidak menyadarinya. Sampai di penginapan Syena langsung menuju kamar dan berbaring di atas kasur. Syena pun mengangkat tangan kanannya menghadap lampu kamar, Syena terkejut melihat benda yang iya pegang.
“Hah? cincin siapa ini, sejak kapan aku memegang cincin ini? Ternyata yang dari tadi aku mainkan adalah cincin, kenapa aku tidak menyadarinya?” gumam Syena bingung. Syena berusaha mengingat kembali tempat-tempat dan jalan yang ia telusuri dan orang-orang yang dia temui.
“Aku hanya berbicara dengan seorang penjual saat membeli tteokbokki, bahkan aku tidak menyentuh tangannya, berarti ini bukan cincinnya.” Syena terus berusaha mengingat, di dalam bis, di toko aksesoris, di taman
“aaarrrgghh” jerit Syena, ia pun langsung menutupi wajahnya dengan bantal. “apa aku memiliki kepribadian ganda? Dan tanpa sadar aku....” Syena langsung membayangkan dirinya sedang merampok seseorang dan mengambil cincinnya “Tidaaakkk......” teriak Syena, “polisi akan mengejarku, aku tidak akan bisa pulang ke Indonesia, aku akan di penjara” pikir Syena panik
Suatu hari di surat kabar ada berita seorang turis wanita melakukan perampokan, dia kabur dan menjadi buronan polisi, akhirnya dia tertangkap di bandara Incheon saat hendak kembali ke Indonesia, dia pun di hukum penjara. Syena di bawa ke sel penjara
 “Pak polisi, tolong bebaskan saya, saya tahu kalian tidak mengerti bahasa saya, tapi tolong lepaskan saya, yang mencuri itu kepribadian saya yang lain. Tolong biarkan saya pulang kenegara saya, hubungi duta besar dia akan membantu untuk menjelaskan semuanya” kata Syena sambil menangis meraung raung. Polisi yang ada disitupun tidak mengerti apa yang Syena katakan, karena Syena berbicara menggunakan bahasa Indonesia tentu saja para polisi korea itu tidak mengerti.
“Pak! Pak! Pak! Tolong lepaskan saya” pinta Syena. Polisi itupun hendak mendorong Syena masuk kedalam sel penjara, namun Syena menahan nya dengan memegang erat sejeruji besi dikanan dan kirinya dengan kedua tangannya, kakinya pun menahan agar dia tidak masuk kedalam sel tahanan.
“Pak polisi, tolong saya, saya tidak bisa berbahasa korea, tolong saya... help, help me! Mister polisi, help me” kata Syena sambil terus bertahan. Tapi polisi tersebut mendorong Syena sehingga dia tersungkur kedepan.
“tidak... tidak... tidak “ Syena berbalik dan menahan pintu sel agar tidak ditutup. Syena berusaha sekuat tenaga menahan pintu tersebut, namun perlahan-lahan pintu tersebut tertutup.
 “jangan... jangan...” Syena terus berteriak sambil menangis menahan pintu itu, dan akhirnya pintu itu tertutup dan dengan cepat polisi itu mengunci pintu sel tahan ter sebut.
“TIIIIIIDDDDDAAAKKKKK..............” Syena menjerit. Syena melihat di sekelilingnya, Dia sedang berbaring di atas kasur dan masih berada di dalam kamar penginapan, dia sadar bahwa tadi hanya mimpi, jantungnya berdegup sangat kencang bahkan napasnya sesak.  Syena berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya tapi dia tidak ingat, Syena mengangkat tangannya ke arah langit langit “cincinnya” seru Syena, dia terkejut lantaran cincin itu sekarang sudah ada di jari manisnya.
“bagaimana bisa?  aku yakin bahwa aku tidak sedang memakainnya, aku harus melepasnya” kata Syena. Lalu berusaha melepaskan cincin itu dari jarinya.
“tidak mau di lepas, bagaimana ini” kata Syena panik. Syena terus berusaha untuk melepaskan cincin itu dengan segala cara, bahkan dia sudah melakukan segala upayah dan teknik melaskan cincin yang ada di handphonenya. Setelah berjam-jam berusaha namun gagal juga, akhirnya Syena menyerah. “aku akan dipenjara” keluh Syena.
Esok paginya Syena mencoba lagi melepas cincin itu, dan dia berusaha mengingat bagaimana cincin itu bisa ada di dirinya.
 “Aku ingat banget secara detail, bahwa aku tidak mengambil cincin dari siapapun, aku juga tidak menemukan cincin ini, aku tidak ingat sejak kapan cincin ini ada padaku, tapi aku yakin aku memainkannya sejak di taman” Syena pun mencoba memikirkan sesuatu, dia pun bergegas menyiapkan diri lalu pergi ketaman yang dia kunjugi kemarin.
Cowok
Syena duduk dibangku taman yang sama dengan bangku yang dia duduki kemarin, karena hari masih  sangat pagi jadi udara juga masing terasa dingin. Taman terlihat ramai oleh orang-orang yang sedang berlari mengitari taman
“padahal ini bukan hari libur tapi orang-orang disini sudah berolahraga sepagi ini, menakjubkan. Kalau di rumah, boro-boro olahraga, bangun aja kesiangan” gumam Syena.
 Matahari mulai beranjak naik, udara mulai terasa hangat. Menikmatai udara yang segar dan sejuk Syena seakan terlupakan akan tujuannya datang ke taman. Syena tidak menyadari ada seseorang yang duduk di sampingnya, orang itu memperhatikan cincin yang dipegang Syena
 “apa itu cincinmu?” tanyanya. Syena pun terkejut, dia melihat kearah oarang tersebut, seorang pemuda dengan wajah yang tampan,hidungnya mancung,  berkulit putih dengan wajah yang merona, matanya bulat dan bibirnya merah, dia mengangkat tangan kanannya, Syena terperanjat melihat ada cincin yang serupa dengan cincin yang dia dapatkan,
“Astaga.... apa cincin itu milikmu?” teriak Syena, pemuda itupun terlihat bingung, Syenapun sadar seharunya dia berbicara dalam bahasa Inggris karena tidak mungkin orang mengerti apa yang dia katakan “ring.... eeemmm, you.... you have.....gimana sih” Syena berusaha merangkai kata-kata, Syena kebingungan bagaiman caranya dia berbicara,
 “maaf...” kata pemuda itu, namun Syena tidak mendengarnya karena dia terlalu fokus menyusun kata yang benar
“saya bisa bahasa Indonesia” tambahnya, namun Syena tidak memperdulikannya seakan-akan dia benar-benar tidak mendengarny. Melihat tingkah Syena yang sibuk sendiri bahkan terus bergumam kesal karena terus berpikir bagaiman car berbicara dalam bahasa Inggris.
“Hahahahah....” tawa pemuda itu, konsentrasi Syena langsung hilang, Syena merasa ada yang salah dengan pemuda itu karena dia tiba-tiba tertawa sendiri  “are you okay?” tanya Syena.
 Melihat ekspresi Syena yang lucu karena kebingungan tawa pemuda itupun menjadi pecah dia tidak bisa berhenti menahan tawa bahkan sampai matanya berair, Syena merasa aneh dan bingung bahkan dia mulai merasa takut, Syenapun perlahan-lahan berdiri dan hendak pergi, tapi pemuda itu memegang tangan kirinya.
 Syena berbalik dan melihat pemuda itu, pemuda tersebut berhenti tertawa dan berusaha menenagkan diri, dia mengusap matanya yang meneteskan air mata karena tertawa. Syena berusaha melepaskan tangannya, tapi pemuda itu memegangnya dengan erat.
 Pemuda itupun berdiri, memegang kedua pundak Syena dan mondorongnya perlahan agar Syena kembali duduk fi bangku taman “jangan pergi” katanya, Syena terkejut karena pemuda itu berbicara dalam bahasa Indonesia.
“apa kau tidak menyadarinya, sejak awal aku menggunakan bahasa Indonesia, tapi kamu terus berusaha berbicara menggunakan bahasa Inggris,dan kau sama sekali tidak mendengarkanku” kata pemuda itu.
Syena masih kaget dan terbengong dia tidak percaya jika pemuda itu bisa berbahasa Indonesia. Pemuda itupun kembali duduk di samping Syena, pandangan Syena tak bisa lepas dari wajah pemuda itu, Syena masih tidak percaya jika dia baru saja mendegar kata-kata dalam bahasa Indonesia.
 “hei” kata pemuda itu sambil melampai-lambaikan tangannya di depan Syena yang sedang melihat ke arahnya tanpa berkedip.
“ternyata bisa berbahasa Indonesia” kata Syena pelan, tatapannya masih terpanah ke pemuda itu
“hah?” kata pemuda itu
“dia bisa bahasa Indonesia”
“kamu kenapa?’
“dia mengerti apa yang aku katakan”
“hei... ayolah sadar”
“aku hampir depresi memikirkannya, bagaimana berbicara dalam bahasa inggris”
“kamu baik-baik saja kan”
Syena tiba-tiba mendekati wajah pemuda itu dan matanya melotot ke arahnya
“kamu...” bentak Syena menarik tubuhnya kebelakang dan tangannya menunjuk tepat di depan wajah pemuda itu. “ooohh astaga jantungku hampir copot” kata pemuda itu kaget mendengar suara Syena.
“keterlaluan kenapa kamu tidak bilang kalau kamu bisa bahasa Indonesia, jadi aku tidak perlu susah susah merangkai kata” kata Syena marah. “tenanglah, dari tadi aku sudah berbicara menggunakan bahasa Indonesia tapi kamu malah tidak menyadarinya, kamu terlalu fokus sehingga tidak mendengarkanku” jelas pemuda itu
“aku?” tanya Syena bingung, diapun menunjuk wajahnya sendiri lalu memiringkan kepalanya kekanan, matanya melirik ke arah langit, lalu melihat ke arah pemuda itu “maaf...” kata Syena sambil tersenyum seperti tidak merasa bersalah sama sekali.
Pemuda itupun menghela napasnya dan menganggukan kepalanya sambil tersenyum paksa seakan memaksa dirinya untuk memberikan pengertian terhadap sikap Syena.
“oh iya, cincinnya” kata Syena. “namaku Juna” kata pemuda itu
“hah? Apaan sih?” kata Syena, merasa aneh dan sedikit bingung
“kita harus kenalan dulu” kata pemuda itu dan tersenyum
Syena hanya mengernyitkan dahinya
“nama kamu siapa?” , tapi Syena tidak menjawabnya
“Ada pepatah, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak...” belum selesai berbicara Syena langsung berbicara “Kalau begitu tidak usah kenal” kata Syena cepat
“oh, baiklah, aku pergi dulu” kata pemuda itu lalu berdiri dan pergi
“cowok aneh” gumam Syena
Perlahan pemuda itu pergi menjauh, Syena terus melihat ke arahnya “sepertinya ada yang lupa!”
Syenapun sadar lalu berlari mengejar pemuda itu.

Cincin yang sama
Syena terus berlari, langkahnya terhenti karena kelelahan, Syena memegang kedua lututnya sambil mengatur napasnya yang  terengah-engah, “bodoh” kata Syena kesal. Setelah merasa sedikit tenang Syena berdiri tegap matanya mencari kesekeliling, pemuda bertubuh tinggi, menggunakan jaket hoodie hitam dan celana jeans hitam, serta menggunakan sepatu berwarna putih, Syena ingat pemuda itu mengalungkan headphone berwarna putih di lehernya.
“Dimana dia, aku yakin tadi dia ke arah sini” gumam Syena. Tidak seorangpun yang terlihat seperti pemuda itu. Syena pun jonkok dan memukul-mukul kepalanya “bodoh! Bodoh!bodoh!Syena kamu bodoh!” kata Syena berulang-ulang, orang-orang memperhatikannya tapi dia tidak memedulikannya.
Hari telah malam, jam menunjukkan pukul sembilan, Syena berbaring di atas kasurnya, dia terus memandangi langit-langit kamar, tangan kirinya membentang kearah televisi yang menyala, dia memegang remot dan terus memencet tombol remot tanpa henti, keputus asaan dan penyesalan terlukis di wajahnya, matanya sembab karena menangis, tisu berserakan dan bungkus makanan bertebaran
“Jangan-jangan cincin ini miliknya” kata Syena “Aku akan di penjara, aku telah mencuri di negara orang, aku dababababeba hueehahabubu bababebe Huuaaah” Syena langsung mengangkat tubuhnya dan duduk diatas kasur. Dia mengayunkan kepalanya ke arah televisi “berisik...” bentaknya lalu mematikan televisi tersebut.
Syena beranjak dari atas kasur dan masuk ke kamar mandi, dia lalu menguncir rambutnya dan membasuh wajahnya. Dia keluar kamar mandi sambil mengelap wajahnya dengan handuk. Syena terpanah melihat kondisi kamanya yang berantakan.
“Baiklah, kita lembur malam ini” kata Syena menyemangati dirinya sendiri. Setelah kamarnya bersih, Syena berbaring di atas kasur, dia melihat handphonenya “sudah hampir jam dua belas” kata Syena, dia pun mematikan handphonenya dan meletakkannya di meja yang ada di samping kasur. Syena memeringkan tubuhnya.
“Aku tidak bisa tidur, bahkan aku tidak mengantuk” keluh Syena, walaupun tidak merasa mengantuk sama sekali Syena mencoba menutup matanya, namun hanya beberapa detik kemudia terdengar jelas suara dengkurannya yang sangat keras, dia tertidur pulas.
Matahari belum terbit Syena sudah bangun, matanya masih terasa berat tapi dia langsung mandi, Syena menuju ketaman, dan duduk di bangku taman
“ah, dingin, aku masih mau tidur” Syenapun berbaring di bangku taman. Seseorang datang, mengangkat kepala Syena lalu duduk di bangku taman, orang itu meletakan kepala Syena di pangkuannya, dia melepaskan jaketnya dan menggunakannya untuk menyelimuti Syena. “cewek bodoh!” berbicara pelan.
Syena membuka matanya sedikit lalu menutupnya kembali, langit terlihat terang, Syena merasa tubuhnya hangat, kepalanya terasa nyaman, seperti ada sesuatu yang empuk di bawah kepalanya,terdengar helaan napas seseorang, ada aroma wangi yang membuat Syena merasa nyaman, karena masih merasa ngantuk Syena tidak sadar sepenuhnya.
“masih mau tidur lagi, tuan putri?”. Syena terkejut, dia membuka matanya lalu beranjak dari tidurnya. Dia melihat pemuda yang sama dengan kemarin.
“kamu sudah tidur lama, sekarang sudah hampir jam sembilan, apa kamu di usir dari penginapan?” tanya pemuda itu.
Syena tak menjawab sepatah katapun. “aku tidak tahu kenapa dari kemarin kamu duduk di taman ini sejak pagi bahkan sebelum matahari terbit, tapi sepertinya kamu hari ini mau menemuiku kan?” tanya pemuda itu
“kamu bagaimana bisa?” tanya Syena
“aku bekerja saat malam dan pulang setelah dini hari, aku melihatmu tidur dibangku taman, ya... karena merasa sedikit lelah tidak ada salahnya kan aku duduk disini, lagi pula kau harunya berterima kasih, kau sudah tidur dipangkuanku, bahkan aku tidak mengusikmu walaupun dengkuranmu itu seperti bunyi mesin traktor” kata pemuda itu lalu tertawa
Syena melihat jaket yang menyelimutinya “terimakasih” Syena mengembalikan jaket itu, pemuda itupun menerimanya dan membalas dengan senyuman yang menawan, melihat wajah pemuda itu Syena merasa berdebar dan sesak.
“maaf” kata Syena
“hah?” pemuda itu memberikan ekspresi seperti orang yang tidak mengerti
“namaku Syena, aku dari Indonesia, maafkan aku atas sikapku yang telah aku lakukan kemarin, jujur aku kaget melihat ada seseorang yang dapat berbahasa Indonesia dengan fasih. Dan aku juga mau minta maaf, aku benar-benar tidak sadar kalu aku telah mencuri cincinmu” kata Syena pelan dan merasa sangat bersalah
“cincin?”tanya pemuda itu bingung
“iya! Maafkan aku telah mencuri cincinmu, tapi sepertinya diriku yang lain telah mencurinya, aku bersumpah, aku benar-benar tidak tahu kalau aku telah merampasnya darimu”
“ini bukan cincinku, kita bernasib sama” kata pemuda itu, Syena menatap wajahnya dia tidak mengerti
Pemuda itu menceritkan bahwa tiba-tiba saja cincin itu ada padanya, dia merasa terkejut karena melihat cincin yang melingkar di jarinya, dia berusaha melepaskannya namun tidak bisa terlepas, Syena juga menceritakan tentang cincin itu. “ini benar benar aneh” kata juna, Syena hanya mengangguk.
“oh iya, aku belum tahu namamu” kata Syena, pemuda itu tersenyum, dia ingat sekali bahwa kemarin dia telah menyebutkan namanya.
“namaku Jeon Arjuna Wira Dimas, kalau di Korea aku dikenal dengan nama Jeon Juna, panggil saja aku Juna.” Kata pemuda itu
“Blesteran Indonesia-Korea ya?” tanya Syena, pemuda itu menganggukan kepalanya.
“oh ya, Syena berapa usia mu?” tanya pemuda itu. Syepun memberi isyarat dengan jari tangannya bahwa saat ini usianya 21 tahun
“kalau begitu panggil aku orabeoni ya!”
“Lah kenapa? Seharunya aku panggil oppa lah, kan aku bukan adikmu, sebaiknya aku panggil kakak atau abang gitu” kata Syena
“kalau kita lagi di sini kamu panggil aku dengan kakak atau abang aku merasa aneh, dan kalau kamu panggil aku oppa aku merasa seperti kakek-kakek” jelas pemuda itu
“hahahaha, iya ya. Kalau di Indonesiakan opa dan oma itu panggilan untuk kakek nenek. Opa opa opa, oma mana.. hahaha” canda Syena
“aku mulai merasa takut, hahahah” balasnya pemuda itu ikut tertawa
“kamu boleh memanggilku Juna atau oraboeni, tapi tidak untuk oppa karena aku bukan oppamu” kata pemuda itu
“cowok aneh” jawab Syena
“memang” goda pemuda itu
“ok, oppa... ups, maksudku oraboeni, apa kamu pernah tinggal di Indonesia?” tanya Syena
“aku lahir di Korea dan tinggal di sini sampai usiaku dua tahun, lalu aku dan ibuku pindah ke Indonesia, saat aku berusia sembilan tahun ibuku meninggal, aku tidak punya keluarga selain ibuku di Indonesia, karena ibuku yatim piatu. Tak lama setelah Ibuku meninggal kakakku datang menjemputku dan semenjak saat itu aku tak pernah kembali ke Indonesia” kata pemuda itu
“jadi sekarang Oraboeni tinggal bersama ayah dan kakak?” tanya Synea
“sebenarnya saat ini aku hanya tinggal dengan kakakku, saat aku tiba di sini ayahku sedang sakit parah, dia yang meminta kakakku mencariku dan membawaku ke Korea, tapi tidak lama setelah tinggal disini ayahku meninggal” tambah pemuda itu
“maaf, tidak seharusnya aku bertanya” sesal Syena
“tidak masalah lagian itu bukan kisah sedih” jawab pemuda itu
“baiklah, masalah cincin ini bagaimana?” tanya Syena
“aku sedang mencari tahu, aku mendapat informasi ada seseorang yang mendapat cincin yang sama dengan kita” kata pemuda itu
“benarkah” tanya Synea
“besok kita pergi menemuinya” kata pemuda itu
“kenapa besok? Bagaiman kalau hari ini saja” pinta Syena. Pemuda itu menatapke arah Syena, “ iya-iya, aku tahu kamu baru pulang kerja, aku telah menyusahkanmu, dan kamu sangat lelah, pulang dan beristirahatlah, kita akan pergi besok” jelas Syena, dia merasa sedikit bersalah karena telah memaksa dan merepotkan pemuda itu.
Pemuda itupun berdiri memakai jaket dan tasnya lalu pergi, baru beberapa langkah Syena memanggilnya “Jeon Juna!” seru Syena pemuda itu berbalik “ ya?” katanya
“oraboeni, terimakasih banyak dan....” Syena menundukan kepalanya, “dan hati-hati di jalan” Syena mengangkat kembali kepalanya dan melihat ke arah pemuda itu. Pemuda itu tersenyum, jantung Syena berdebar melihatnya, pemuda itupun berbalik mengangkat tangan kanannya “baiklah, sampai jumpa besok!” melambaikan tangannya,lalu pergi
“iya, sampai jumpa besok” kata Syena malu.

Kakak
Di dalam gang sempit ada Juna sedang berhadapan dengan lima orang pemuda lain yang mengadangnya sambil memegang batang besi, dari kelima orang itu satu orang tepat ada di depan Juna “minggir Kim Hanjin, aku mau lewat” kata juna
“hei anak haram, kamu itu benar-benar tidak tahu diri” kata Kim Hanjin
“tutup mulutmu, aku tidak mau mencari masalah, cepat minggir!” bentak Juna
“oho, lihat anak haram ini, aku jadi takut, kita berikan jalan padanya”  kata Kim Hanjin lalu memerinta teman-temannya membari Juna jalan, Junapun  melewati mereka tanpa memperdulukan mereka
“hei Jeon Juna, aku akui ibumu adalah wanita jalang yang hebat, seorang pembantu bisa menjadi wanita simpanan, apakah ibumu itu juga menggoda pria lain” ledek Kim Hanjin dengan suara keras.
Langkah Juna terhenti, dia berusaha menahan diri untuk tidak berbalik. Kim Hanjin memberi isyarat kepada empat temannya, keempat pemuda itu perlahan mendekati Juna “apakah saat hampir mati wanita itu menggoda ayahmu? Agar ayahmu menjemputmu. Aish dasar wanita penggoda” kata Kim Hanjin
Juna tidak tahan dia berbalik dan menyerang empat pemuda yang ada dekatnya. Juna bertarung dengan sangat lihai, pemuda-pemuda itu berusaha memukul dengan besi yang mereka bawa namun Juna dapat menghindar, mereka terus menyerang Juna dengan membabi buta, beberapa pukulan berhasil mengenai Juna, namun melihat teman-temannya yang tampak kerepotan Kim Hanjin pun turun tangan “cih, merepotkan” katanya, lalu Kim Hanjin mendekati Juna dan melayangkian batang besi tepat di kepala bagian belakang Juna, seketika
Juna langsung ambruk “kelinci yang merepotkan. Ikat dia” perintah Kim Hanjin.
Juna pun sadar, kepalanya terasa sakit dan berat, tubuhnya terikat sehingga dia tidak bisa bergerak “anak haram kau sudah sadar” kata Kim Hanjin, mendekati Juna, dia menghisap rokok di tangannya ‘Ffuuhh” Kim Hanjin meniupkan asap rokok tepat di depan wajah Juna, karena menghirup asap rokok Juna terbatuk-batuk napasnya sesak.
Kim Hanji kesal Juna batuk tepat di depan wajahnya, diapun berdiri “menjijikan” bentak Kim Hanji dan menendang Juna berkali-kali “habisi dia” perintah Kim Hanji, temannya pun ikut menendang Juna dengan sangat kencang
Hujan turun, Kim Hanjin dan teman-temannya terus menyiksa Juna, luka yang ada di tubuh Juna terasa perih terkena air, Juna berusaha bertahan agar tidak kehilangan kesadaran tubuhnya.
“berhenti” kata seseorang. Kim Hanjin dan teman-temannya berhenti dan melihat bahwa mereka telah dikepung oleh puluhan orang berseragam hitam dan bertubuh tegap. Kim Hanjin dan teman-temannya merasa panik
“tangkap mereka dan penjarakan” orang-orang itupun membawa Kim Hanjin dan teman-temannya pergi. Manajer Han membantu Juna berdiri dan melepaskan tali yang mengikat tubuh Juna “tuan muda kau baik-baik saja” tanya manajer Han, Juna menganggukan kepalanya. Manajer Han melihat tubuh Juna yang berlumuran darah, manajer Han melihat kepala Juna berdarah “Tuan Presdir” kata manajer Han melihat kearah seorang pria yang tadi memerintahkan orang-orang untuk menangkap Kim Hanjin dan teman-temannya. Manajer Hanpun membungkukan kepalanya “baiklah tuan” kata manajer Han lalu pergi meninggalkan Juna dan pria itu berdua di dalam gang tersebut.
Juna menatap wajah pria itu “Hyung” kata Juna pelan, pria itu langsung menampar pipi Juna dan Junapun langsung tersungkur ketanah
“berdiri dasar bajingan” kata Jeon Seojin, presdir muda yang merupakan kakak yang berbeda ibu dengan Juna
“berdiri” bentak Seojin, Junapun menurutinya.
“hyung maafkan...” Juna kembali di tampar oleh Seojin
“ku bilang berdiri” Seojin menarik Juna agar berdiri
“tidak bisakah kau berhenti membuat masalah, kau itu hanya anak haram, tapi tidak pernah sadar diri, berhenti membuat masalah, dasar bajingan” kata Seojin dan kembali menampar Juna.
Juna kembali tersungkur, namun tubuhnya benar-benar tidak sanggup untuk bergerak lagi, namun Juna berusaha untuk duduk , Seojin langsung mendekap tubuh Juna “jangan membuat masalah” Seojin memeluk Juna erat “bajingan” kata Seojin dengan nada tinggi
Juna menyenderkan dirinya ditubuh Seojin “Hyung maaf” Juna pingsan di pelukan kakaknya, hujan turun membasahi kedua kakak beradik itu
Setelah beberapa hari kemudian, di dalam kantor manajer Han menemui Presdir Seojin
“Tuan presdir, pihak rumah sakit mengatakan bahwa tuan muda sudah sadar dan kini kondisinya sudah mulai membaik” kata manajer Han
“sudah berapa hari?” tanya Seojin
“sudah lima hari tuan muda tidak sadarkan diri” terang manajer Han
“bawa dia pulang sore ini dan suruh dia menunggu di ruanganku” perintah Seojin
Malam hari Seojin pulang kerumahnya, menuju ruang kerja pribadi miliknya bersama manajer Han dan beberapa pelayan, pelayan-pelayan itu membawakan tas dan kemeja Seojin, sedangkan manajer Han membawa sebuah kota kayu.
Sampai di depan pintu ruangan manajer Han membuka kotak kayu itu dan ternyata isi dari kotak kayu itu adalah cambuk. “buka pintunya” perintah Seojin, pelayanpun membuka pintu ruangan tersebut, setelah Seojin masuk pelayan menutup pintu tersebut dan pergi meninggalkan tempat itu bersama manajer Han
Seojin melihat Juna tertidur pulas di atas sofa, Seojinpun mendekati Juna  “sial, dia malah tidur, harusnya malam ini kau menerima lima puluh cambukan dariku” gumam Seojin kesal. Seojin menatap Juna, Seojin duduk di disanping Juna, dan menyentuh perban dikepala Juna, “lihat wajahmu babak-belur, biasanya aku melihat wajah merona dan bibir merahmu setiap hari, tapi kenapa sekarang wajahmu pucat dan lebam-lembam” gumam Seojin, diapun meletakan cambuk itu di atas meja, mengambil dua buah selimut di dalam lemari, dia menyelimuti  Juna dengan salah satu selimut dan duduk di kursi kerjanya.
“Hei anak haram, kenapa kau benar-benar menyebalkan” kata Seojin, dia melepaskan sepatu dan kaos kakinya, merebahkan tubuh di kusri kerjanya, Seojin lalu meletakan kedua kakinya di atas meja kerja, dan memakai selimut yang dia ambil tadi.
“aku sudah lelah, jadi malam ini kamu aku maafkan, besok pagi akan aku tagih hutangmu” kata Seojin dan langsung tidur. Juna membuka matanya, melihat ke arah Seojin, melihat wajah kakaknya yang tenang saat tidur, Junapun tersenyum dan kembali tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hahaha.. Ado- Ado Bae   Disebuah ruangan diadakan rapat panitia pelaksanaan acara, Bujang juga terlibat sebagai panitia acara. Saat ini ...