Cincin
Bunga persik bermekaran, Syena duduk dibangku taman.
Hari ini adalah hari pertama diadi kota
seoul, udara sangat hangat dan nyaman di musim semi, setelah cukup lama
menikmati pemandangan Syena pun memilih untuk pulang penginapan. Tangan kirinya
sibuk memainkan sebuah benda namun Syena tidak menyadarinya. Sampai di
penginapan Syena langsung menuju kamar dan berbaring di atas kasur. Syena pun
mengangkat tangan kanannya menghadap lampu kamar, Syena terkejut melihat benda
yang iya pegang.
“Hah? cincin siapa ini, sejak kapan aku memegang
cincin ini? Ternyata yang dari tadi aku mainkan adalah cincin, kenapa aku tidak
menyadarinya?” gumam Syena bingung. Syena berusaha mengingat kembali
tempat-tempat dan jalan yang ia telusuri dan orang-orang yang dia temui.
“Aku hanya berbicara dengan seorang penjual saat
membeli tteokbokki, bahkan aku tidak menyentuh tangannya, berarti ini bukan
cincinnya.” Syena terus berusaha mengingat, di dalam bis, di toko aksesoris, di
taman
“aaarrrgghh” jerit Syena, ia pun langsung menutupi
wajahnya dengan bantal. “apa aku memiliki kepribadian ganda? Dan tanpa sadar
aku....” Syena langsung membayangkan dirinya sedang merampok seseorang dan
mengambil cincinnya “Tidaaakkk......” teriak Syena, “polisi akan mengejarku,
aku tidak akan bisa pulang ke Indonesia, aku akan di penjara” pikir Syena panik
Suatu hari di surat kabar ada berita seorang turis
wanita melakukan perampokan, dia kabur dan menjadi buronan polisi, akhirnya dia
tertangkap di bandara Incheon saat hendak kembali ke Indonesia, dia pun di
hukum penjara. Syena di bawa ke sel penjara
“Pak polisi,
tolong bebaskan saya, saya tahu kalian tidak mengerti bahasa saya, tapi tolong
lepaskan saya, yang mencuri itu kepribadian saya yang lain. Tolong biarkan saya
pulang kenegara saya, hubungi duta besar dia akan membantu untuk menjelaskan
semuanya” kata Syena sambil menangis meraung raung. Polisi yang ada disitupun
tidak mengerti apa yang Syena katakan, karena Syena berbicara menggunakan
bahasa Indonesia tentu saja para polisi korea itu tidak mengerti.
“Pak! Pak! Pak! Tolong lepaskan saya” pinta Syena.
Polisi itupun hendak mendorong Syena masuk kedalam sel penjara, namun Syena
menahan nya dengan memegang erat sejeruji besi dikanan dan kirinya dengan kedua
tangannya, kakinya pun menahan agar dia tidak masuk kedalam sel tahanan.
“Pak polisi, tolong saya, saya tidak bisa berbahasa
korea, tolong saya... help, help me! Mister polisi, help me” kata Syena sambil
terus bertahan. Tapi polisi tersebut mendorong Syena sehingga dia tersungkur
kedepan.
“tidak... tidak... tidak “ Syena berbalik dan
menahan pintu sel agar tidak ditutup. Syena berusaha sekuat tenaga menahan
pintu tersebut, namun perlahan-lahan pintu tersebut tertutup.
“jangan...
jangan...” Syena terus berteriak sambil menangis menahan pintu itu, dan
akhirnya pintu itu tertutup dan dengan cepat polisi itu mengunci pintu sel
tahan ter sebut.
“TIIIIIIDDDDDAAAKKKKK..............” Syena menjerit.
Syena melihat di sekelilingnya, Dia sedang berbaring di atas kasur dan masih
berada di dalam kamar penginapan, dia sadar bahwa tadi hanya mimpi, jantungnya
berdegup sangat kencang bahkan napasnya sesak.
Syena berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya tapi dia tidak
ingat, Syena mengangkat tangannya ke arah langit langit “cincinnya” seru Syena,
dia terkejut lantaran cincin itu sekarang sudah ada di jari manisnya.
“bagaimana bisa? aku yakin bahwa aku tidak sedang memakainnya,
aku harus melepasnya” kata Syena. Lalu berusaha melepaskan cincin itu dari
jarinya.
“tidak mau di lepas, bagaimana ini” kata Syena
panik. Syena terus berusaha untuk melepaskan cincin itu dengan segala cara,
bahkan dia sudah melakukan segala upayah dan teknik melaskan cincin yang ada di
handphonenya. Setelah berjam-jam berusaha namun gagal juga, akhirnya Syena
menyerah. “aku akan dipenjara” keluh Syena.
Esok paginya Syena mencoba lagi melepas cincin itu,
dan dia berusaha mengingat bagaimana cincin itu bisa ada di dirinya.
“Aku ingat
banget secara detail, bahwa aku tidak mengambil cincin dari siapapun, aku juga
tidak menemukan cincin ini, aku tidak ingat sejak kapan cincin ini ada padaku,
tapi aku yakin aku memainkannya sejak di taman” Syena pun mencoba memikirkan
sesuatu, dia pun bergegas menyiapkan diri lalu pergi ketaman yang dia kunjugi
kemarin.
Cowok
Syena duduk dibangku taman yang sama dengan bangku
yang dia duduki kemarin, karena hari masih
sangat pagi jadi udara juga masing terasa dingin. Taman terlihat ramai
oleh orang-orang yang sedang berlari mengitari taman
“padahal ini bukan hari libur tapi orang-orang
disini sudah berolahraga sepagi ini, menakjubkan. Kalau di rumah, boro-boro
olahraga, bangun aja kesiangan” gumam Syena.
Matahari
mulai beranjak naik, udara mulai terasa hangat. Menikmatai udara yang segar dan
sejuk Syena seakan terlupakan akan tujuannya datang ke taman. Syena tidak
menyadari ada seseorang yang duduk di sampingnya, orang itu memperhatikan
cincin yang dipegang Syena
“apa itu
cincinmu?” tanyanya. Syena pun terkejut, dia melihat kearah oarang tersebut, seorang
pemuda dengan wajah yang tampan,hidungnya mancung, berkulit putih dengan wajah yang merona,
matanya bulat dan bibirnya merah, dia mengangkat tangan kanannya, Syena terperanjat
melihat ada cincin yang serupa dengan cincin yang dia dapatkan,
“Astaga.... apa cincin itu milikmu?” teriak Syena,
pemuda itupun terlihat bingung, Syenapun sadar seharunya dia berbicara dalam
bahasa Inggris karena tidak mungkin orang mengerti apa yang dia katakan
“ring.... eeemmm, you.... you have.....gimana sih” Syena berusaha merangkai
kata-kata, Syena kebingungan bagaiman caranya dia berbicara,
“maaf...”
kata pemuda itu, namun Syena tidak mendengarnya karena dia terlalu fokus
menyusun kata yang benar
“saya bisa bahasa Indonesia” tambahnya, namun Syena
tidak memperdulikannya seakan-akan dia benar-benar tidak mendengarny. Melihat
tingkah Syena yang sibuk sendiri bahkan terus bergumam kesal karena terus
berpikir bagaiman car berbicara dalam bahasa Inggris.
“Hahahahah....” tawa pemuda itu, konsentrasi Syena
langsung hilang, Syena merasa ada yang salah dengan pemuda itu karena dia
tiba-tiba tertawa sendiri “are you
okay?” tanya Syena.
Melihat
ekspresi Syena yang lucu karena kebingungan tawa pemuda itupun menjadi pecah
dia tidak bisa berhenti menahan tawa bahkan sampai matanya berair, Syena merasa
aneh dan bingung bahkan dia mulai merasa takut, Syenapun perlahan-lahan berdiri
dan hendak pergi, tapi pemuda itu memegang tangan kirinya.
Syena
berbalik dan melihat pemuda itu, pemuda tersebut berhenti tertawa dan berusaha
menenagkan diri, dia mengusap matanya yang meneteskan air mata karena tertawa.
Syena berusaha melepaskan tangannya, tapi pemuda itu memegangnya dengan erat.
Pemuda itupun
berdiri, memegang kedua pundak Syena dan mondorongnya perlahan agar Syena
kembali duduk fi bangku taman “jangan pergi” katanya, Syena terkejut karena
pemuda itu berbicara dalam bahasa Indonesia.
“apa kau tidak menyadarinya, sejak awal aku
menggunakan bahasa Indonesia, tapi kamu terus berusaha berbicara menggunakan
bahasa Inggris,dan kau sama sekali tidak mendengarkanku” kata pemuda itu.
Syena masih kaget dan terbengong dia tidak percaya
jika pemuda itu bisa berbahasa Indonesia. Pemuda itupun kembali duduk di
samping Syena, pandangan Syena tak bisa lepas dari wajah pemuda itu, Syena
masih tidak percaya jika dia baru saja mendegar kata-kata dalam bahasa
Indonesia.
“hei” kata
pemuda itu sambil melampai-lambaikan tangannya di depan Syena yang sedang melihat
ke arahnya tanpa berkedip.
“ternyata bisa berbahasa Indonesia” kata Syena
pelan, tatapannya masih terpanah ke pemuda itu
“hah?” kata pemuda itu
“dia bisa bahasa Indonesia”
“kamu kenapa?’
“dia mengerti apa yang aku katakan”
“hei... ayolah sadar”
“aku hampir depresi memikirkannya, bagaimana
berbicara dalam bahasa inggris”
“kamu baik-baik saja kan”
Syena tiba-tiba mendekati wajah pemuda itu dan
matanya melotot ke arahnya
“kamu...” bentak Syena menarik tubuhnya kebelakang
dan tangannya menunjuk tepat di depan wajah pemuda itu. “ooohh astaga jantungku
hampir copot” kata pemuda itu kaget mendengar suara Syena.
“keterlaluan kenapa kamu tidak bilang kalau kamu
bisa bahasa Indonesia, jadi aku tidak perlu susah susah merangkai kata” kata
Syena marah. “tenanglah, dari tadi aku sudah berbicara menggunakan bahasa
Indonesia tapi kamu malah tidak menyadarinya, kamu terlalu fokus sehingga tidak
mendengarkanku” jelas pemuda itu
“aku?” tanya Syena bingung, diapun menunjuk wajahnya
sendiri lalu memiringkan kepalanya kekanan, matanya melirik ke arah langit,
lalu melihat ke arah pemuda itu “maaf...” kata Syena sambil tersenyum seperti
tidak merasa bersalah sama sekali.
Pemuda itupun menghela napasnya dan menganggukan
kepalanya sambil tersenyum paksa seakan memaksa dirinya untuk memberikan
pengertian terhadap sikap Syena.
“oh iya, cincinnya” kata Syena. “namaku Juna” kata
pemuda itu
“hah? Apaan sih?” kata Syena, merasa aneh dan
sedikit bingung
“kita harus kenalan dulu” kata pemuda itu dan
tersenyum
Syena hanya mengernyitkan dahinya
“nama kamu siapa?” , tapi Syena tidak menjawabnya
“Ada pepatah, tak kenal maka tak sayang, tak sayang
maka tak...” belum selesai berbicara Syena langsung berbicara “Kalau begitu
tidak usah kenal” kata Syena cepat
“oh, baiklah, aku pergi dulu” kata pemuda itu lalu
berdiri dan pergi
“cowok aneh” gumam Syena
Perlahan pemuda itu pergi menjauh, Syena terus
melihat ke arahnya “sepertinya ada yang lupa!”
Syenapun sadar lalu berlari mengejar pemuda itu.
Cincin yang sama
Syena
terus berlari, langkahnya terhenti karena kelelahan, Syena memegang kedua
lututnya sambil mengatur napasnya yang
terengah-engah, “bodoh” kata Syena kesal. Setelah merasa sedikit tenang
Syena berdiri tegap matanya mencari kesekeliling, pemuda bertubuh tinggi,
menggunakan jaket hoodie hitam dan celana jeans hitam, serta menggunakan sepatu
berwarna putih, Syena ingat pemuda itu mengalungkan headphone berwarna putih di
lehernya.
“Dimana
dia, aku yakin tadi dia ke arah sini” gumam Syena. Tidak seorangpun yang
terlihat seperti pemuda itu. Syena pun jonkok dan memukul-mukul kepalanya
“bodoh! Bodoh!bodoh!Syena kamu bodoh!” kata Syena berulang-ulang, orang-orang
memperhatikannya tapi dia tidak memedulikannya.
Hari
telah malam, jam menunjukkan pukul sembilan, Syena berbaring di atas kasurnya,
dia terus memandangi langit-langit kamar, tangan kirinya membentang kearah
televisi yang menyala, dia memegang remot dan terus memencet tombol remot tanpa
henti, keputus asaan dan penyesalan terlukis di wajahnya, matanya sembab karena
menangis, tisu berserakan dan bungkus makanan bertebaran
“Jangan-jangan
cincin ini miliknya” kata Syena “Aku akan di penjara, aku telah mencuri di
negara orang, aku dababababeba hueehahabubu bababebe Huuaaah” Syena langsung
mengangkat tubuhnya dan duduk diatas kasur. Dia mengayunkan kepalanya ke arah
televisi “berisik...” bentaknya lalu mematikan televisi tersebut.
Syena
beranjak dari atas kasur dan masuk ke kamar mandi, dia lalu menguncir rambutnya
dan membasuh wajahnya. Dia keluar kamar mandi sambil mengelap wajahnya dengan
handuk. Syena terpanah melihat kondisi kamanya yang berantakan.
“Baiklah,
kita lembur malam ini” kata Syena menyemangati dirinya sendiri. Setelah
kamarnya bersih, Syena berbaring di atas kasur, dia melihat handphonenya “sudah
hampir jam dua belas” kata Syena, dia pun mematikan handphonenya dan
meletakkannya di meja yang ada di samping kasur. Syena memeringkan tubuhnya.
“Aku
tidak bisa tidur, bahkan aku tidak mengantuk” keluh Syena, walaupun tidak
merasa mengantuk sama sekali Syena mencoba menutup matanya, namun hanya
beberapa detik kemudia terdengar jelas suara dengkurannya yang sangat keras,
dia tertidur pulas.
Matahari
belum terbit Syena sudah bangun, matanya masih terasa berat tapi dia langsung
mandi, Syena menuju ketaman, dan duduk di bangku taman
“ah,
dingin, aku masih mau tidur” Syenapun berbaring di bangku taman. Seseorang
datang, mengangkat kepala Syena lalu duduk di bangku taman, orang itu meletakan
kepala Syena di pangkuannya, dia melepaskan jaketnya dan menggunakannya untuk
menyelimuti Syena. “cewek bodoh!” berbicara pelan.
Syena
membuka matanya sedikit lalu menutupnya kembali, langit terlihat terang, Syena
merasa tubuhnya hangat, kepalanya terasa nyaman, seperti ada sesuatu yang empuk
di bawah kepalanya,terdengar helaan napas seseorang, ada aroma wangi yang
membuat Syena merasa nyaman, karena masih merasa ngantuk Syena tidak sadar
sepenuhnya.
“masih
mau tidur lagi, tuan putri?”. Syena terkejut, dia membuka matanya lalu beranjak
dari tidurnya. Dia melihat pemuda yang sama dengan kemarin.
“kamu
sudah tidur lama, sekarang sudah hampir jam sembilan, apa kamu di usir dari
penginapan?” tanya pemuda itu.
Syena
tak menjawab sepatah katapun. “aku tidak tahu kenapa dari kemarin kamu duduk di
taman ini sejak pagi bahkan sebelum matahari terbit, tapi sepertinya kamu hari
ini mau menemuiku kan?” tanya pemuda itu
“kamu
bagaimana bisa?” tanya Syena
“aku
bekerja saat malam dan pulang setelah dini hari, aku melihatmu tidur dibangku
taman, ya... karena merasa sedikit lelah tidak ada salahnya kan aku duduk
disini, lagi pula kau harunya berterima kasih, kau sudah tidur dipangkuanku,
bahkan aku tidak mengusikmu walaupun dengkuranmu itu seperti bunyi mesin
traktor” kata pemuda itu lalu tertawa
Syena
melihat jaket yang menyelimutinya “terimakasih” Syena mengembalikan jaket itu,
pemuda itupun menerimanya dan membalas dengan senyuman yang menawan, melihat
wajah pemuda itu Syena merasa berdebar dan sesak.
“maaf”
kata Syena
“hah?”
pemuda itu memberikan ekspresi seperti orang yang tidak mengerti
“namaku
Syena, aku dari Indonesia, maafkan aku atas sikapku yang telah aku lakukan
kemarin, jujur aku kaget melihat ada seseorang yang dapat berbahasa Indonesia
dengan fasih. Dan aku juga mau minta maaf, aku benar-benar tidak sadar kalu aku
telah mencuri cincinmu” kata Syena pelan dan merasa sangat bersalah
“cincin?”tanya
pemuda itu bingung
“iya!
Maafkan aku telah mencuri cincinmu, tapi sepertinya diriku yang lain telah
mencurinya, aku bersumpah, aku benar-benar tidak tahu kalau aku telah
merampasnya darimu”
“ini
bukan cincinku, kita bernasib sama” kata pemuda itu, Syena menatap wajahnya dia
tidak mengerti
Pemuda
itu menceritkan bahwa tiba-tiba saja cincin itu ada padanya, dia merasa
terkejut karena melihat cincin yang melingkar di jarinya, dia berusaha
melepaskannya namun tidak bisa terlepas, Syena juga menceritakan tentang cincin
itu. “ini benar benar aneh” kata juna, Syena hanya mengangguk.
“oh
iya, aku belum tahu namamu” kata Syena, pemuda itu tersenyum, dia ingat sekali
bahwa kemarin dia telah menyebutkan namanya.
“namaku
Jeon Arjuna Wira Dimas, kalau di Korea aku dikenal dengan nama Jeon Juna,
panggil saja aku Juna.” Kata pemuda itu
“Blesteran
Indonesia-Korea ya?” tanya Syena, pemuda itu menganggukan kepalanya.
“oh
ya, Syena berapa usia mu?” tanya pemuda itu. Syepun memberi isyarat dengan jari
tangannya bahwa saat ini usianya 21 tahun
“kalau
begitu panggil aku orabeoni ya!”
“Lah
kenapa? Seharunya aku panggil oppa lah, kan aku bukan adikmu, sebaiknya aku
panggil kakak atau abang gitu” kata Syena
“kalau
kita lagi di sini kamu panggil aku dengan kakak atau abang aku merasa aneh, dan
kalau kamu panggil aku oppa aku merasa seperti kakek-kakek” jelas pemuda itu
“hahahaha,
iya ya. Kalau di Indonesiakan opa dan oma itu panggilan untuk kakek nenek. Opa
opa opa, oma mana.. hahaha” canda Syena
“aku
mulai merasa takut, hahahah” balasnya pemuda itu ikut tertawa
“kamu
boleh memanggilku Juna atau oraboeni, tapi tidak untuk oppa karena aku bukan
oppamu” kata pemuda itu
“cowok
aneh” jawab Syena
“memang”
goda pemuda itu
“ok,
oppa... ups, maksudku oraboeni, apa kamu pernah tinggal di Indonesia?” tanya
Syena
“aku
lahir di Korea dan tinggal di sini sampai usiaku dua tahun, lalu aku dan ibuku
pindah ke Indonesia, saat aku berusia sembilan tahun ibuku meninggal, aku tidak
punya keluarga selain ibuku di Indonesia, karena ibuku yatim piatu. Tak lama
setelah Ibuku meninggal kakakku datang menjemputku dan semenjak saat itu aku
tak pernah kembali ke Indonesia” kata pemuda itu
“jadi
sekarang Oraboeni tinggal bersama ayah dan kakak?” tanya Synea
“sebenarnya
saat ini aku hanya tinggal dengan kakakku, saat aku tiba di sini ayahku sedang
sakit parah, dia yang meminta kakakku mencariku dan membawaku ke Korea, tapi
tidak lama setelah tinggal disini ayahku meninggal” tambah pemuda itu
“maaf,
tidak seharusnya aku bertanya” sesal Syena
“tidak
masalah lagian itu bukan kisah sedih” jawab pemuda itu
“baiklah,
masalah cincin ini bagaimana?” tanya Syena
“aku
sedang mencari tahu, aku mendapat informasi ada seseorang yang mendapat cincin
yang sama dengan kita” kata pemuda itu
“benarkah”
tanya Synea
“besok
kita pergi menemuinya” kata pemuda itu
“kenapa
besok? Bagaiman kalau hari ini saja” pinta Syena. Pemuda itu menatapke arah
Syena, “ iya-iya, aku tahu kamu baru pulang kerja, aku telah menyusahkanmu, dan
kamu sangat lelah, pulang dan beristirahatlah, kita akan pergi besok” jelas
Syena, dia merasa sedikit bersalah karena telah memaksa dan merepotkan pemuda
itu.
Pemuda
itupun berdiri memakai jaket dan tasnya lalu pergi, baru beberapa langkah Syena
memanggilnya “Jeon Juna!” seru Syena pemuda itu berbalik “ ya?” katanya
“oraboeni,
terimakasih banyak dan....” Syena menundukan kepalanya, “dan hati-hati di
jalan” Syena mengangkat kembali kepalanya dan melihat ke arah pemuda itu.
Pemuda itu tersenyum, jantung Syena berdebar melihatnya, pemuda itupun berbalik
mengangkat tangan kanannya “baiklah, sampai jumpa besok!” melambaikan
tangannya,lalu pergi
“iya,
sampai jumpa besok” kata Syena malu.
Kakak
Di
dalam gang sempit ada Juna sedang berhadapan dengan lima orang pemuda lain yang
mengadangnya sambil memegang batang besi, dari kelima orang itu satu orang
tepat ada di depan Juna “minggir Kim Hanjin, aku mau lewat” kata juna
“hei
anak haram, kamu itu benar-benar tidak tahu diri” kata Kim Hanjin
“tutup
mulutmu, aku tidak mau mencari masalah, cepat minggir!” bentak Juna
“oho,
lihat anak haram ini, aku jadi takut, kita berikan jalan padanya” kata Kim Hanjin lalu memerinta teman-temannya
membari Juna jalan, Junapun melewati
mereka tanpa memperdulukan mereka
“hei
Jeon Juna, aku akui ibumu adalah wanita jalang yang hebat, seorang pembantu
bisa menjadi wanita simpanan, apakah ibumu itu juga menggoda pria lain” ledek
Kim Hanjin dengan suara keras.
Langkah
Juna terhenti, dia berusaha menahan diri untuk tidak berbalik. Kim Hanjin memberi
isyarat kepada empat temannya, keempat pemuda itu perlahan mendekati Juna
“apakah saat hampir mati wanita itu menggoda ayahmu? Agar ayahmu menjemputmu.
Aish dasar wanita penggoda” kata Kim Hanjin
Juna
tidak tahan dia berbalik dan menyerang empat pemuda yang ada dekatnya. Juna
bertarung dengan sangat lihai, pemuda-pemuda itu berusaha memukul dengan besi
yang mereka bawa namun Juna dapat menghindar, mereka terus menyerang Juna
dengan membabi buta, beberapa pukulan berhasil mengenai Juna, namun melihat teman-temannya
yang tampak kerepotan Kim Hanjin pun turun tangan “cih, merepotkan” katanya,
lalu Kim Hanjin mendekati Juna dan melayangkian batang besi tepat di kepala
bagian belakang Juna, seketika
Juna
langsung ambruk “kelinci yang merepotkan. Ikat dia” perintah Kim Hanjin.
Juna
pun sadar, kepalanya terasa sakit dan berat, tubuhnya terikat sehingga dia
tidak bisa bergerak “anak haram kau sudah sadar” kata Kim Hanjin, mendekati
Juna, dia menghisap rokok di tangannya ‘Ffuuhh” Kim Hanjin meniupkan asap rokok
tepat di depan wajah Juna, karena menghirup asap rokok Juna terbatuk-batuk
napasnya sesak.
Kim
Hanji kesal Juna batuk tepat di depan wajahnya, diapun berdiri “menjijikan”
bentak Kim Hanji dan menendang Juna berkali-kali “habisi dia” perintah Kim
Hanji, temannya pun ikut menendang Juna dengan sangat kencang
Hujan
turun, Kim Hanjin dan teman-temannya terus menyiksa Juna, luka yang ada di
tubuh Juna terasa perih terkena air, Juna berusaha bertahan agar tidak
kehilangan kesadaran tubuhnya.
“berhenti”
kata seseorang. Kim Hanjin dan teman-temannya berhenti dan melihat bahwa mereka
telah dikepung oleh puluhan orang berseragam hitam dan bertubuh tegap. Kim
Hanjin dan teman-temannya merasa panik
“tangkap
mereka dan penjarakan” orang-orang itupun membawa Kim Hanjin dan teman-temannya
pergi. Manajer Han membantu Juna berdiri dan melepaskan tali yang mengikat
tubuh Juna “tuan muda kau baik-baik saja” tanya manajer Han, Juna menganggukan
kepalanya. Manajer Han melihat tubuh Juna yang berlumuran darah, manajer Han
melihat kepala Juna berdarah “Tuan Presdir” kata manajer Han melihat kearah
seorang pria yang tadi memerintahkan orang-orang untuk menangkap Kim Hanjin dan
teman-temannya. Manajer Hanpun membungkukan kepalanya “baiklah tuan” kata
manajer Han lalu pergi meninggalkan Juna dan pria itu berdua di dalam gang
tersebut.
Juna
menatap wajah pria itu “Hyung” kata Juna pelan, pria itu langsung menampar pipi
Juna dan Junapun langsung tersungkur ketanah
“berdiri
dasar bajingan” kata Jeon Seojin, presdir muda yang merupakan kakak yang
berbeda ibu dengan Juna
“berdiri”
bentak Seojin, Junapun menurutinya.
“hyung
maafkan...” Juna kembali di tampar oleh Seojin
“ku
bilang berdiri” Seojin menarik Juna agar berdiri
“tidak
bisakah kau berhenti membuat masalah, kau itu hanya anak haram, tapi tidak
pernah sadar diri, berhenti membuat masalah, dasar bajingan” kata Seojin dan
kembali menampar Juna.
Juna
kembali tersungkur, namun tubuhnya benar-benar tidak sanggup untuk bergerak
lagi, namun Juna berusaha untuk duduk , Seojin langsung mendekap tubuh Juna
“jangan membuat masalah” Seojin memeluk Juna erat “bajingan” kata Seojin dengan
nada tinggi
Juna
menyenderkan dirinya ditubuh Seojin “Hyung maaf” Juna pingsan di pelukan
kakaknya, hujan turun membasahi kedua kakak beradik itu
Setelah
beberapa hari kemudian, di dalam kantor manajer Han menemui Presdir Seojin
“Tuan
presdir, pihak rumah sakit mengatakan bahwa tuan muda sudah sadar dan kini
kondisinya sudah mulai membaik” kata manajer Han
“sudah
berapa hari?” tanya Seojin
“sudah
lima hari tuan muda tidak sadarkan diri” terang manajer Han
“bawa
dia pulang sore ini dan suruh dia menunggu di ruanganku” perintah Seojin
Malam
hari Seojin pulang kerumahnya, menuju ruang kerja pribadi miliknya bersama
manajer Han dan beberapa pelayan, pelayan-pelayan itu membawakan tas dan kemeja
Seojin, sedangkan manajer Han membawa sebuah kota kayu.
Sampai
di depan pintu ruangan manajer Han membuka kotak kayu itu dan ternyata isi dari
kotak kayu itu adalah cambuk. “buka pintunya” perintah Seojin, pelayanpun
membuka pintu ruangan tersebut, setelah Seojin masuk pelayan menutup pintu
tersebut dan pergi meninggalkan tempat itu bersama manajer Han
Seojin
melihat Juna tertidur pulas di atas sofa, Seojinpun mendekati Juna “sial, dia malah tidur, harusnya malam ini
kau menerima lima puluh cambukan dariku” gumam Seojin kesal. Seojin menatap
Juna, Seojin duduk di disanping Juna, dan menyentuh perban dikepala Juna,
“lihat wajahmu babak-belur, biasanya aku melihat wajah merona dan bibir merahmu
setiap hari, tapi kenapa sekarang wajahmu pucat dan lebam-lembam” gumam Seojin,
diapun meletakan cambuk itu di atas meja, mengambil dua buah selimut di dalam
lemari, dia menyelimuti Juna dengan
salah satu selimut dan duduk di kursi kerjanya.
“Hei
anak haram, kenapa kau benar-benar menyebalkan” kata Seojin, dia melepaskan
sepatu dan kaos kakinya, merebahkan tubuh di kusri kerjanya, Seojin lalu
meletakan kedua kakinya di atas meja kerja, dan memakai selimut yang dia ambil
tadi.
“aku
sudah lelah, jadi malam ini kamu aku maafkan, besok pagi akan aku tagih
hutangmu” kata Seojin dan langsung tidur. Juna membuka matanya, melihat ke arah
Seojin, melihat wajah kakaknya yang tenang saat tidur, Junapun tersenyum dan
kembali tidur.