Jumat, 16 Juli 2021

Hahaha.. Ado- Ado Bae

 

Disebuah ruangan diadakan rapat panitia pelaksanaan acara, Bujang juga terlibat sebagai panitia acara. Saat ini mereka membahasa waktu pelaksanaan acara dan sepakat bahwa acara dilaksanakan jam 9 pagi, kemudian mereka mebahas waktu undangan.

“Bang, bagaimana kalau  jam nya di tulis jam 08.30 saja, soalnya banyak orang kita ini jika diminta datang jam Sembilan, jam Sembilan itulah dia berangkat dari rumah” saran Bujang

“Ya benarlah  kata Bujang itu” kata panitia lain, akhirnya merekapun sePakat untuk menulis jam 08.30 di undangan,

Saat hari pelaksanaan, jam 08.30 tapi tamu undangan yang datang masih sedikit bahkan tidak sampai dari setengahnya, para panitiapun menunggu paling tidak di jadwal aslinya acara dimulai jam 9 dan mereka piker setengah jam itu sudah cukup.

Setelah jam 9 masih sisa 10 orang yang belum hadir, panitia sepekat menunggu 5 menit lagi dan akan memulai pembukaan acara. Bujang mengambil posisi dibelakang tamu undangan untuk memastikan kegiatan acara bisa berjalan kondusif, dia mendengar percakapan beberapa tamu undangan.

“Bagaimana ini acaranya? Katanya  jam 08.30 tapi ini sudah setengah jam  tapi masih belum mulai acaranya”

“Wah benar kamu bang, jam karet banget ini, tidak jelas”

Bujang tau pasti bahwa orang yang sedang mengobrol itu juga baru datang sekitar 15 menit yang lalu, Bujang menghela safasnya

“huuuhhh….hahaha ado ado bae”  gumam Bujang

 

***

 

Siang itu Bujang sedang duduk di pos kamling menonton bapak- bapak sedang bermain catur di temani kopi dan ubi rebus, saat mereka sedang bermain seseorang menyapa mereka

“Assalamualaikum, wei lagi main apa ini” Sapa Pak Hamadi

“Dak ado lah Bang” Jawab Pak Ihsan yang sedang bermain catur bersama Pak Adi

“Iya Pak Mad, lagi main catur aja ini. Pak Mad mau kemana?” Tanya Pak Adi pada Pak Hamadi

“Dak dolah Pak Adi, Cuma lewat aja” Jawab Pak Adi “Lanjut lah Pak, Saya mau pergi dulu” tambahnya

“Iya lah, Pak hati- -hati” Kata Pak Ihsan

“Woi Jang, ngapain” tegur Pak Adi

“Nonton Pak Ihsan dan Pak Adi main catur aja, Pakcik*” Jawab Bujang sambil tersenyum

“Oo baiklah, sudah saya pergi dulu bapak- bapak Assalamualaikum” pamit Pak Hamadi

“Waalaikumsalam” Jawab bapak- bapak dan Bujang, Pak Hamadi pun pergi.

Tak lama kemudian Pak Ihasan melihat Wak Juned lewat sambil membawa dua kantong plastic berukuran besar di kedua tangannya

“Dari mana wak?” Tanya Pak Ihsan

“Dak do lah*” Jawab Wak Juned

“Wih, borong Wak kita nih” Goda Pak Adi melihat kantong plastik yang dibawa Wak Juned

“Dak do lah bang, ini belanjaan istri saya” kata Wak Juned

“Nah mana istrinya Wak, perasaan sendirian aja” Tanya Pak Adi

“Mampir dulu di warung Nek Siti, lupa beli calok*. Saya duluan ya, berat soalnya hehehe… Assalamualikum” kata Wak Juned lalu kembali berjalan pulang

“Ya hati- hati Wak, waalikumsalam” Jawab mereka

Karena merasa sudah cukup lama di sana Bujang pun berniat pulang kerumah

“Pak, saya pulang dulu ya” Kata Bujang

“Sudah mau  pulang saja, cepat sekali” Kata Pak Adi

“Nanti saja dulu” Tambah Pak Ihsan

“Sudah sore pak, Nanti Mak Bujang marah” canda Bujang

“Seperti budak*  kecil saja kamu Bujang- Bujang” ledek Pak Adi

“Hehe, Maaf lah Pak, saya pulang ya, Assalamualikum” pamit Bujang

“Waalikumsalam” Jawab bapak- bapak

Bujangpun pulang kerumah, dia mengingat jawaban dari bapak- bapak yang selalu mengatakan ‘dakdo lah’ dan merasa itu sedikit unik

“Hahaha… ado- ado bae” gumam Bujang

 

***

 

Pagi itu Mamak pulang dari pasar membawa tiga buah durian. Mamak meletakkan semua durian di lantai dapur dan memangil Bujang

“Bujang ooh Bujang, Bantu dulu Mamak kupas durian ini”

“Buat apa Mak?”

“Untuk membuat Tempoyak”

“Baik Mak”

Bujang pun lalu membelah buah durian tersebut dan mengambi isinya dan di masukan kedalam baskom berukuran sedang

“Jang, langsung dipisahkan saja bijinya, beri garam juga sedikit”

“Iya mak”

Setelah Bujang mengupas semua duren Bujang memisahkan daging dan biji durian, kemudian biji duriannya diberi garam dan diaduk

“Mak , mau disimpan diaman Tempoyaknya?” Tanya Bujang

“Masukkan kedalam toples aja” Jawab Mamak

Bujang memasukkan Tempoyak kedalam toples dan menempeli toples dengan kertas kemudian menuliskan kata ‘Jangan Dimakan’ lalu menyimpannya di dalam lemari dapur,

Setelah dua hari Bujang membuka toples Tempoyak sebentar dan meninggalkannya di atas meja makan. Supik adik perempuan Bujang baru saja pulang dari sekolah, dia langsung berjalan kedapur karena ingin memakan sesuatu. Diciumnya aroma durian yang harum di dapur, beberapa hari lalu dia melihat kulit dan biji durian di tempat sampah, dia merasa kecewa karena dia tidak di sisakan. Supik puk mencari asal wangi durian itu dan melihat bahwa asalnya dari toples yang ada di meja. Supik mengambil toples tersebut dan membaca tulisan di toples

 “Jangan dimakan, iih, pelit” ketus Supik, namun dia tetap membuka toples tersebut dan mencicipi isinya

“oooeeeek, apaan nih” Supik memuntahkannya

“Kenapa?” Kata Bujang yang langsung pergi ke dapur saat mendengar suara Supik

“Apa ini Bang? Sudah basi ini ya?” Tanya Supik, wajahnya terlihat lucu karena dia baru pertama kali memakan tempoyak, rasa asam yang aneh memenuhi mulutnya

“Itu Tempoyak belum jadi, kenapa kamu makan hahah… kan sudah ada tulisannya jangan dimakan?” Bujang tertawa melihat adiknya

“Ih, Supik mau makan durian Bang… bleeek.. gak enak” tubuh Supik bergidik jijik dengan sesuatu yang dia rasakan di mulutnya

“Hahaha… Ado- ado bae… Supik- Supik…Hahaha” Bujang tak bisa menahan tawa karena kecerobohan adiknya sangat lucu.

 

 

*)

Ado- ado Bae = Ada- ada saja.

Bujang = Panggilan untuk anak laki= laki

Supik = Panggilan untuk anak perempuan

Calok= Terasi

Dak do/ dak dolah = tidak ada. (dalam pecakapan ini kata tersebut hanya sebagai basa basi)

Budak = anak- anak

Pakcik = Adik dari ayah/ ibu

Mamak = Ibu

Wak/ uwak = panggilan saudara ayah/ ibu yang lebih tua, bisa juga digunakan sebagai panggilan pada seseorang yang lebih tua

 

 

 


Rabu, 14 Juli 2021

Tempoyak Mak Uwo

 

Tempoyak Mak Uwo

Syela Mahliga W  

Setelah menerima rapor, sekolah diliburkan selama dua minggu, Mayang sudah meminta kepada Ayah dan Bunda untuk berlibur di rumah Mak uwo nya karena sudah lama dia tidak ke sana. Mak uwo adalah kakak dari ayahnya, terakhir dia ke sana sekitar 3 tahun yang lalu, dia ingat saat berlibur ke sana Mak uwo memasak makan- makan yang lezat, dia juga merindukan semua kegiatan menyenangkan saat berada di sana.

Hari kamis saat masih pagi, sehari setelah menerima lapor Ayah dan Bunda mengantar Mayang ke rumah Mak uwo, mereka menempuh perjalanan dengan mobil dari kota Jambi ke Muaro Jambi. Saat berada di desa tempat Mak uwo tinggal, kita akan melihat rumah- rumah panggung dan pohon- pohon pinang di kanan kiri jalan yang tumbuh berjejer. Mereka sampai di depan rumah Mak uwo, itu adalah sebuah rumah panggung yang terbuat dari kayu, rumah itu terlihat sudah tua namun masih kokoh. Begitu tiba di sana Mayang dan orang tuanya disambut dengan sangat ramah oleh Mak uwo.

 Bunda memeluk erat Mak uwo, mereka adalah saudara yang sedang melepaskan kerinduan. Mak uwo melihat ke arah Mayang

“Cantiknya, sudah besar ya sekarang, sini peluk dulu” Mak uwo memeluk Mayang

“ Makwo apa kabar” sapa Mayang setelah lepas dari pelukan Mak uwo

“Alhamdulillah baik, Mayang sekarang cantik sekali” Mak uwo tak henti- hentinya melontarkan pujian pada ponakannya. Sosoknya yang sangat penyayang pada anak- anak membuat Mayang sangat menyukainya.

Mak uwo tinggal sendiri karena suaminya telah lama meninggal dan anaknya merantau ke Jakarta, jadi dia sangat bahagia jika keluarganya datang. Mak uwo menyuguhkan mereka dengan kue putri kandis yang manis ditemani teh hangat, Mak uwo memang hobi memasak makanan, tidak heran jika ada beberapa makanan lezat tersedia di rumah Mak uwo.

Suasana menjadi sangat hangat, karena keluarga yang sudah lama tidak berjumpa kini berkumpul dan berbincang- bincang bersama. Namun orang tua Mayang harus kembali ke kota karena mereka masih harus bekerja besok.

“Mayang jangan nakal ya” pesan ayah pada Mayang

“Siap ayah” Mayang tersenyum dan kemudian memeluk Ayah dan Bunda, sebenarnya berat bagi kedua orang tuanya meninggalkan putri mereka, namun mereka sangat mempercayai Mak uwo dapat menjaga Mayang dengan baik.

Setelah Ayah dan Bunda pergi, Mak uwo mengajak Mayang untuk pergi ke dapur, sampai di dapur mayang melihat ada beberapa buah durian tergeletak di lantai. Sebenarnya sejak pertama sampai di rumah itu Mayang sudah penasaran karena dia mencium bau durian, karena aromanya yang menyengat dan manis membuat Mayang ingin memakannya.

“Wah, ada durian” Mayang terdengar girang, dia sangat ingin memakannya

“Itu duriannya mau dijadikan tempoyak” kata Mak uwo sambil mengambil durian- durian itu

“Yaah, gak boleh di makan aja ya Makwo? Mayang mau makan duriannya, tapi memangnya  gimana bikin tempoyak dari durian?” Mayang kecewa namun juga penasaran, dia ingin tahu bagaimana cara membuat tempoyak durian.

“Nah inikan duriannya ada 3, satu untuk Mayang makan dan dua lagi kita buat jadi tempoyak”

Mak uwo memisahkan satu buah durian untuk Mayang, sebenarnya Mayang masih tidak puas karena juga sudah lama dia tidak makan durian, tapi dia tidak boleh serakah. Mak uwo lalu mengajak Mayang membuat tempoyak, tapi sebelum itu Mak uwo menyuruh untuk mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan plastik.

“Nah, sekarang mari kita buat ya tempoyak nya” Mak uwo mengambil pisau dan membelah dua duriannya. Mayang membantu mengambil isi buah durian dan memindahkannya ke dalam baskom kecil. Setelah dua durian itu di ambil isinya, Mak uwo memasukkan kulit duriannya dan meletakkannya di pintu belakang agar tidak tercecer, karena kulit durian yang berduri dan tajam, jika tersandung atau terinjak kaki bisa terluka.

“Sekarang duriannya mau diapakan Makwo?” tanya Mayang

“Ini biji sama dagingnya kita pisahkan dulu” Kata Mak uwo

Mayang dan Mak uwo pun memisahkan daging dan biji durian, Mayang benar- benar ingin memakan duriannya, namun dia takut nanti Mak uwo marah jika dia memakannya karena Mak uwo sudah menyisihkan satu buah durian untuknya.

Saat sedang memisahkan duriannya Mak uwo berdiri dan pergi mengambil sesuatu. Mayang yang tidak bisa bertahan dari aroma manis durian diam- diam langsung memasukkan satu biji durian dan mengulumnya.

Saat durian itu masuk ke mulutnya, dia bisa merasakan daging durian yang lembut dan manis lumer di mulutnya, dengan cepat dia memakan duriannya agar tidak ketahuan oleh Mak uwo karena diam- diam memakan durian. Dia bertingkah seperti pencuri kecil yang menggemaskan.

Sukses dengan satu biji durian, karena Mak uwo belum kembali Mayang memakan durian lagi, tapi saat dia memakan untuk ketiga kalinya Mak uwo sudah datang sebelum dia sempat mengeluarkan biji durian di dalam mulutnya. Mak uwo melihat Mayang dengan sebelah pipi yang menggembung tersenyum, dia tahu bahwa Mayang memakan duriannya.

“Hahaha, sudah tidak apa- apa, makan saja” Mak uwo tertawa melihat wajah pencuri kecilnya sangat imut, dia tidak mengira bahwa wajah Mayang yang panik dengan pipinya yang menggembung itu sangat lucu. Mayang merasa sangat malu.

Mayang melihat Mak uwo datang membawa  galon kecil berukuran 5 liter yang biasanya untuk wadah minyak, ternyata Mak uwo pergi untuk mengambil galon itu. Rasa penasaran Mayang muncul kembali namun dia masih merasa malu untuk bertanya pada Mak uwo.

Setelah di pisahkan antara daging dan bijinya, lalu daging durian dihaluskan dan  kemudian diberi garam, Mak uwo meminta Mayang untuk mengambil toples garam di atas meja.

“Makwo garamnya berapa banyak?” tanya Mayang sambil memberikan garam pada Mak uwo.

“Secukupnya saja, ya sekitar dua atau tiga sendok teh” kata Mak uwo sambil menaburkan garam dengan tangannya

“Tapi Makwo gak diukur dulu pakai sendok? kok langsung dicampur garamnya? nanti kebanyakan” Mayang bingung karena Mak uwo memasukkan garam tanpa menakarnya terlebih dahulu

“Makwo ini koki hebat, jadi tidak perlu diukur- ukur” canda Mak uwo dengan nada sombong.

Setelah diberi garam kemudian duriannya diaduk kemudian Mak uwo memasukkannya ke dalam  galon kecil tadi dan menutup rapat  galonnya.

“Loh kok dimasukin ke dalam  galon Makwo?”

“Ini biar duriannya terfermentasi, kita diamkan selama tiga sampai tiga hari, yah paling lama itu tujuh sampai sepuluh hari”

“Bukannya nanti busuk duriannya? Memangnya enak?”

“Kan tadi di kasih garam, duriannya nanti terfermentasi dan garamnya juga sebagai pengawet. Tentu enak dong, tempoyak Mak uwo itu pasti enak” Mak uwo sangat percaya diri bahwa tempoyak nya akan sukses.

Setelah membuat tempoyak, Mak uwo menyimpan  galon di dalam lemari penyimpanan. Lalu mengambil buah durian yang tersisa dan membelahnya

“Nah sekarang ayo kita makan duriannya”

“Yeey, akhirnya... terimakasih Makwo”

Mayang sangat senang, Mak uwo memang baik, bahkan dia tidak marah ketika melihat mayang yang diam- diam memakan durian untuk tempoyak. Sore itu mereka menikmati senja dengan ditemani durian. Mayang tidak sabar menunggu tiga hari lagi, dia penasaran bagaimana rasa tempoyak durian, apakah masih sama dengan durian yang dia makan saat ini.

Esoknya Mayang bermain bersama anak- anak yang tinggal di sekitar rumah Mak uwo. Siang itu hari terasa sangat panas, mereka pun mengajak mayang pergi mengambil tebu. Ada sekitar 5 orang anak termasuk Mayang pergi ke kebun milik salah satu tetangga Mak uwo. Sampai di kebun mereka menemui Pakcik Hasim, itu lah panggilan akrabnya di sana. Pakcik sedang memanjat pohon pinang.

“Pakcik boleh minta tebu?” tanya salah satu anak bernama Khobir dengar berteriak kencang.

“Boleh, tunggu sebentar Pakcik turun” teriak Pakcik dari atas.

Pakcik Hasim memang terkenal sangat dermawan dan menyukai anak- anak, hal itu membuat Mayang yakin bahwa semua orang dewasa di sini menyukai anak- anak. Sembari menunggu Pakcik turun, anak- anak mengumpulkan pinang yang berserakan di atas tanah, ternyata Pakcik sedang memetik pinang. Di desa ini memang terdapat banyak pohon pinang yang tumbuh berjejer, bahkan kita selalu disuguhkan dengan pemandangan pinang- pinang yang dijemur di halaman setiap rumah. Pakcik telah sampai di bawah

“Terimakasih, kalian anak- anak baik” puji Pakcik melihat pinang- pinang sudah dikumpulkan.

“Nah ayo kita makan tebu” Pakcik mengambil parang yang ada di dekat pohon pinang dan menuntun anak- anak ke kebun tebu yang jaraknya sangat dekat dengan tempat awal mereka.

Mayang merasa senang, sudah lama dia tidak memakan tebu. Pakcik meminta anak- anak berhati- hati karena batang dan daun tebu ditutupi bulu- bulu halus dan kulit mereka bisa saja terluka jika bergesekan dengan daun tebu. Pakcik memilih- milih tebu lalu menebas beberapa batang tebu, anak- anak merasa gembira. Pakcik memotong batang tebu menjadi beberapa bagian dan mengupas kulitnya, kemudian memberikannya kepada anak- anak. Mereka duduk di tengah- tengah kebun tebu dan menikmati kebersamaan sambil memakan tebu.

Jika tebunya terlalu tua maka akan sulit memakannya karena sudah keras, untunglah Pakcik memilih tebu yang bagus. Batang tebunya mudah digigit, saat kamu menggigitnya maka air tebu akan keluar, rasanya sangat manis namun ada sedikit hambar. Anak- anak terlihat asik menghisap batang tebu, menikmati tebu di siang hari memang cocok sebagai pelepas dahaga. Setelahnya mereka kembali ke rumah, Pakcik memberikan mereka masing- masing satu batang tebu sepanjang lengan orang dewasa untuk dibawa pulang.

Hari kedua menanti tempoyak, Mak uwo mengajak mayang ke rumah Pakcik Hasim, karena kemarin Pakcik baru memanen pinang, hari ini ibu- ibu pergi ke rumah Pakcik untuk mengupas pinang. Sesampainya di rumah Pakcik terlihat ibu- ibu yang berkumpul sambil berbincang – bincang di samping tumpukan buah pinang, tangan mereka terlihat lihat membelah pinang. Suasana yang akan kamu temui di desa- desa di Jambi, karena Jambi terdapat banyak pohon pinang, jadi mengelola pinang adalah hal yang lumrah dan menjadi kebiasaan masyarakat yang dilakukan bersama- sama.

Hari ketiga adalah hari sabtu, Mayang tidak sabar mencicipi tempoyak nya, namun Mak uwo berkata bahwa tempoyak nya belum boleh di makan. Mayang kecewa tapi dia tidak mau bertanya alasannya. Mayang yang kesal duduk di tangga depan rumah dengan memasang wajah cemberut, di tidak mau berbicara dengan Mak uwo karena marah. Mak uwo hanya bisa memaklumi sifat Mayang, tapi dia merasa bahwa wajah cemberut keponakannya itu menggemaskan, jadi dia tidak ada niatan untuk membujuknya.

Dari kejauhan Mayang melihat ada sebuah mobil yang mendekat, Mayang langsung teriak dan berlari kedalam rumah

“Makwo... Makwo... Ayah sama Bunda datang” teriak Mayang menghampiri Mak uwo dan menariknya keluar, Mak uwo hanya tersenyum kemana perginya wajah cemberut tadi. Melihat Ayah dan Bunda keluar dari mobil Mayang langsung berlari menghampiri, dipeluknya Bunda dengan erat. Mereka pun masuk kedalam rumah.

Di dalam rumah mayang bercerita tentang pengalamannya sambil duduk di pangkuan Ayah di ruang tamu, dia tampak sangat semangat. Sedangkan Mak uwo pergi bersama Bunda ke dapur. Mayang menceritakan tentang cara membuat tempoyak, bak seorang ahli dia menjelaskan prosesnya pada ayahnya, Mayang juga bercerita tentang pengalamannya dan teman- teman barunya memakan tebu di kebun serta kegiatan kemarin bersama Mak uwo mengupas pinang.

Setelah lama asik bercerita dengan ayahnya Mayang mencium aroma lezat dari dapur, dia pun pergi ke dapur, dilihatnya Mak uwo dan Bunda sedang memasak. Dia melihat wadah tempoyak telah dibuka

“Tempoyak nya mana?

“Ini” bunda menunjuk ke kuali, Mayang mencium aroma durian.

“Itu namanya tempoyak ikan baung” kata Mak uwo

Mayang tergiur, iya ingin mencicipi tempoyak ikan baung. Sebelum meninggalkan Mak uwo dan Bunda, Mayang diam- diam mencicipi sedikit sisa tempoyak yang ada di galon. Dia mencolek tempoyak dan memakannya. Ternyata rasanya tidak seperti durian biasanya, bukannya manis tapi rasanya malah asam, dia tidak menyukainya karena rasanya mirip durian busuk. Apakah rasa tempoyak ikan baung enak, pertanyaan itu ada kepalanya.

Setelah masakan matang, Bunda dan Mak uwo membawa makanan ke ruang tamu, Mayang dengan sigap membantu membawakan piring dan sendok. Saat makanan telah tersaji pandangan Mayang tak lepas dari tempoyak ikan baung kemudian saat dia melihat Ayah dan Bunda makan dengan lahap dia benar- benar penasaran.

“Coba aaak, cicip dulu” Mak uwo menyuapi Mayang, awalnya dia ragu namun akhirnya tanpa basa basi mayang menerima suapan Mak uwo. Rasa asam, manis, pedas dan gurih menjadi satu dan aromanya sangat nikmat, dia tidak menyangka rasanya sangat enak. Ayah, Bunda dan juga Mak uwo tertawa melihat ekspresi Mayang yang terkejut dan kagum, mereka tahu bahwa Mayang menyukainya.

“Rasanya kok enak banget, Mayang mau lagi Makwo”

Mak uwo kembali menyuapi Mayang, mereka makan bersama dan menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan. Itu adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan dan sangat berharga bagi Mayang, terutama dia bisa berkumpul bersama orang- orang yang dia sayangi. 

 

Jumat, 30 November 2018

IMAJINER

Cincin
Bunga persik bermekaran, Syena duduk dibangku taman. Hari ini adalah hari pertama diadi  kota seoul, udara sangat hangat dan nyaman di musim semi, setelah cukup lama menikmati pemandangan Syena pun memilih untuk pulang penginapan. Tangan kirinya sibuk memainkan sebuah benda namun Syena tidak menyadarinya. Sampai di penginapan Syena langsung menuju kamar dan berbaring di atas kasur. Syena pun mengangkat tangan kanannya menghadap lampu kamar, Syena terkejut melihat benda yang iya pegang.
“Hah? cincin siapa ini, sejak kapan aku memegang cincin ini? Ternyata yang dari tadi aku mainkan adalah cincin, kenapa aku tidak menyadarinya?” gumam Syena bingung. Syena berusaha mengingat kembali tempat-tempat dan jalan yang ia telusuri dan orang-orang yang dia temui.
“Aku hanya berbicara dengan seorang penjual saat membeli tteokbokki, bahkan aku tidak menyentuh tangannya, berarti ini bukan cincinnya.” Syena terus berusaha mengingat, di dalam bis, di toko aksesoris, di taman
“aaarrrgghh” jerit Syena, ia pun langsung menutupi wajahnya dengan bantal. “apa aku memiliki kepribadian ganda? Dan tanpa sadar aku....” Syena langsung membayangkan dirinya sedang merampok seseorang dan mengambil cincinnya “Tidaaakkk......” teriak Syena, “polisi akan mengejarku, aku tidak akan bisa pulang ke Indonesia, aku akan di penjara” pikir Syena panik
Suatu hari di surat kabar ada berita seorang turis wanita melakukan perampokan, dia kabur dan menjadi buronan polisi, akhirnya dia tertangkap di bandara Incheon saat hendak kembali ke Indonesia, dia pun di hukum penjara. Syena di bawa ke sel penjara
 “Pak polisi, tolong bebaskan saya, saya tahu kalian tidak mengerti bahasa saya, tapi tolong lepaskan saya, yang mencuri itu kepribadian saya yang lain. Tolong biarkan saya pulang kenegara saya, hubungi duta besar dia akan membantu untuk menjelaskan semuanya” kata Syena sambil menangis meraung raung. Polisi yang ada disitupun tidak mengerti apa yang Syena katakan, karena Syena berbicara menggunakan bahasa Indonesia tentu saja para polisi korea itu tidak mengerti.
“Pak! Pak! Pak! Tolong lepaskan saya” pinta Syena. Polisi itupun hendak mendorong Syena masuk kedalam sel penjara, namun Syena menahan nya dengan memegang erat sejeruji besi dikanan dan kirinya dengan kedua tangannya, kakinya pun menahan agar dia tidak masuk kedalam sel tahanan.
“Pak polisi, tolong saya, saya tidak bisa berbahasa korea, tolong saya... help, help me! Mister polisi, help me” kata Syena sambil terus bertahan. Tapi polisi tersebut mendorong Syena sehingga dia tersungkur kedepan.
“tidak... tidak... tidak “ Syena berbalik dan menahan pintu sel agar tidak ditutup. Syena berusaha sekuat tenaga menahan pintu tersebut, namun perlahan-lahan pintu tersebut tertutup.
 “jangan... jangan...” Syena terus berteriak sambil menangis menahan pintu itu, dan akhirnya pintu itu tertutup dan dengan cepat polisi itu mengunci pintu sel tahan ter sebut.
“TIIIIIIDDDDDAAAKKKKK..............” Syena menjerit. Syena melihat di sekelilingnya, Dia sedang berbaring di atas kasur dan masih berada di dalam kamar penginapan, dia sadar bahwa tadi hanya mimpi, jantungnya berdegup sangat kencang bahkan napasnya sesak.  Syena berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya tapi dia tidak ingat, Syena mengangkat tangannya ke arah langit langit “cincinnya” seru Syena, dia terkejut lantaran cincin itu sekarang sudah ada di jari manisnya.
“bagaimana bisa?  aku yakin bahwa aku tidak sedang memakainnya, aku harus melepasnya” kata Syena. Lalu berusaha melepaskan cincin itu dari jarinya.
“tidak mau di lepas, bagaimana ini” kata Syena panik. Syena terus berusaha untuk melepaskan cincin itu dengan segala cara, bahkan dia sudah melakukan segala upayah dan teknik melaskan cincin yang ada di handphonenya. Setelah berjam-jam berusaha namun gagal juga, akhirnya Syena menyerah. “aku akan dipenjara” keluh Syena.
Esok paginya Syena mencoba lagi melepas cincin itu, dan dia berusaha mengingat bagaimana cincin itu bisa ada di dirinya.
 “Aku ingat banget secara detail, bahwa aku tidak mengambil cincin dari siapapun, aku juga tidak menemukan cincin ini, aku tidak ingat sejak kapan cincin ini ada padaku, tapi aku yakin aku memainkannya sejak di taman” Syena pun mencoba memikirkan sesuatu, dia pun bergegas menyiapkan diri lalu pergi ketaman yang dia kunjugi kemarin.
Cowok
Syena duduk dibangku taman yang sama dengan bangku yang dia duduki kemarin, karena hari masih  sangat pagi jadi udara juga masing terasa dingin. Taman terlihat ramai oleh orang-orang yang sedang berlari mengitari taman
“padahal ini bukan hari libur tapi orang-orang disini sudah berolahraga sepagi ini, menakjubkan. Kalau di rumah, boro-boro olahraga, bangun aja kesiangan” gumam Syena.
 Matahari mulai beranjak naik, udara mulai terasa hangat. Menikmatai udara yang segar dan sejuk Syena seakan terlupakan akan tujuannya datang ke taman. Syena tidak menyadari ada seseorang yang duduk di sampingnya, orang itu memperhatikan cincin yang dipegang Syena
 “apa itu cincinmu?” tanyanya. Syena pun terkejut, dia melihat kearah oarang tersebut, seorang pemuda dengan wajah yang tampan,hidungnya mancung,  berkulit putih dengan wajah yang merona, matanya bulat dan bibirnya merah, dia mengangkat tangan kanannya, Syena terperanjat melihat ada cincin yang serupa dengan cincin yang dia dapatkan,
“Astaga.... apa cincin itu milikmu?” teriak Syena, pemuda itupun terlihat bingung, Syenapun sadar seharunya dia berbicara dalam bahasa Inggris karena tidak mungkin orang mengerti apa yang dia katakan “ring.... eeemmm, you.... you have.....gimana sih” Syena berusaha merangkai kata-kata, Syena kebingungan bagaiman caranya dia berbicara,
 “maaf...” kata pemuda itu, namun Syena tidak mendengarnya karena dia terlalu fokus menyusun kata yang benar
“saya bisa bahasa Indonesia” tambahnya, namun Syena tidak memperdulikannya seakan-akan dia benar-benar tidak mendengarny. Melihat tingkah Syena yang sibuk sendiri bahkan terus bergumam kesal karena terus berpikir bagaiman car berbicara dalam bahasa Inggris.
“Hahahahah....” tawa pemuda itu, konsentrasi Syena langsung hilang, Syena merasa ada yang salah dengan pemuda itu karena dia tiba-tiba tertawa sendiri  “are you okay?” tanya Syena.
 Melihat ekspresi Syena yang lucu karena kebingungan tawa pemuda itupun menjadi pecah dia tidak bisa berhenti menahan tawa bahkan sampai matanya berair, Syena merasa aneh dan bingung bahkan dia mulai merasa takut, Syenapun perlahan-lahan berdiri dan hendak pergi, tapi pemuda itu memegang tangan kirinya.
 Syena berbalik dan melihat pemuda itu, pemuda tersebut berhenti tertawa dan berusaha menenagkan diri, dia mengusap matanya yang meneteskan air mata karena tertawa. Syena berusaha melepaskan tangannya, tapi pemuda itu memegangnya dengan erat.
 Pemuda itupun berdiri, memegang kedua pundak Syena dan mondorongnya perlahan agar Syena kembali duduk fi bangku taman “jangan pergi” katanya, Syena terkejut karena pemuda itu berbicara dalam bahasa Indonesia.
“apa kau tidak menyadarinya, sejak awal aku menggunakan bahasa Indonesia, tapi kamu terus berusaha berbicara menggunakan bahasa Inggris,dan kau sama sekali tidak mendengarkanku” kata pemuda itu.
Syena masih kaget dan terbengong dia tidak percaya jika pemuda itu bisa berbahasa Indonesia. Pemuda itupun kembali duduk di samping Syena, pandangan Syena tak bisa lepas dari wajah pemuda itu, Syena masih tidak percaya jika dia baru saja mendegar kata-kata dalam bahasa Indonesia.
 “hei” kata pemuda itu sambil melampai-lambaikan tangannya di depan Syena yang sedang melihat ke arahnya tanpa berkedip.
“ternyata bisa berbahasa Indonesia” kata Syena pelan, tatapannya masih terpanah ke pemuda itu
“hah?” kata pemuda itu
“dia bisa bahasa Indonesia”
“kamu kenapa?’
“dia mengerti apa yang aku katakan”
“hei... ayolah sadar”
“aku hampir depresi memikirkannya, bagaimana berbicara dalam bahasa inggris”
“kamu baik-baik saja kan”
Syena tiba-tiba mendekati wajah pemuda itu dan matanya melotot ke arahnya
“kamu...” bentak Syena menarik tubuhnya kebelakang dan tangannya menunjuk tepat di depan wajah pemuda itu. “ooohh astaga jantungku hampir copot” kata pemuda itu kaget mendengar suara Syena.
“keterlaluan kenapa kamu tidak bilang kalau kamu bisa bahasa Indonesia, jadi aku tidak perlu susah susah merangkai kata” kata Syena marah. “tenanglah, dari tadi aku sudah berbicara menggunakan bahasa Indonesia tapi kamu malah tidak menyadarinya, kamu terlalu fokus sehingga tidak mendengarkanku” jelas pemuda itu
“aku?” tanya Syena bingung, diapun menunjuk wajahnya sendiri lalu memiringkan kepalanya kekanan, matanya melirik ke arah langit, lalu melihat ke arah pemuda itu “maaf...” kata Syena sambil tersenyum seperti tidak merasa bersalah sama sekali.
Pemuda itupun menghela napasnya dan menganggukan kepalanya sambil tersenyum paksa seakan memaksa dirinya untuk memberikan pengertian terhadap sikap Syena.
“oh iya, cincinnya” kata Syena. “namaku Juna” kata pemuda itu
“hah? Apaan sih?” kata Syena, merasa aneh dan sedikit bingung
“kita harus kenalan dulu” kata pemuda itu dan tersenyum
Syena hanya mengernyitkan dahinya
“nama kamu siapa?” , tapi Syena tidak menjawabnya
“Ada pepatah, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak...” belum selesai berbicara Syena langsung berbicara “Kalau begitu tidak usah kenal” kata Syena cepat
“oh, baiklah, aku pergi dulu” kata pemuda itu lalu berdiri dan pergi
“cowok aneh” gumam Syena
Perlahan pemuda itu pergi menjauh, Syena terus melihat ke arahnya “sepertinya ada yang lupa!”
Syenapun sadar lalu berlari mengejar pemuda itu.

Cincin yang sama
Syena terus berlari, langkahnya terhenti karena kelelahan, Syena memegang kedua lututnya sambil mengatur napasnya yang  terengah-engah, “bodoh” kata Syena kesal. Setelah merasa sedikit tenang Syena berdiri tegap matanya mencari kesekeliling, pemuda bertubuh tinggi, menggunakan jaket hoodie hitam dan celana jeans hitam, serta menggunakan sepatu berwarna putih, Syena ingat pemuda itu mengalungkan headphone berwarna putih di lehernya.
“Dimana dia, aku yakin tadi dia ke arah sini” gumam Syena. Tidak seorangpun yang terlihat seperti pemuda itu. Syena pun jonkok dan memukul-mukul kepalanya “bodoh! Bodoh!bodoh!Syena kamu bodoh!” kata Syena berulang-ulang, orang-orang memperhatikannya tapi dia tidak memedulikannya.
Hari telah malam, jam menunjukkan pukul sembilan, Syena berbaring di atas kasurnya, dia terus memandangi langit-langit kamar, tangan kirinya membentang kearah televisi yang menyala, dia memegang remot dan terus memencet tombol remot tanpa henti, keputus asaan dan penyesalan terlukis di wajahnya, matanya sembab karena menangis, tisu berserakan dan bungkus makanan bertebaran
“Jangan-jangan cincin ini miliknya” kata Syena “Aku akan di penjara, aku telah mencuri di negara orang, aku dababababeba hueehahabubu bababebe Huuaaah” Syena langsung mengangkat tubuhnya dan duduk diatas kasur. Dia mengayunkan kepalanya ke arah televisi “berisik...” bentaknya lalu mematikan televisi tersebut.
Syena beranjak dari atas kasur dan masuk ke kamar mandi, dia lalu menguncir rambutnya dan membasuh wajahnya. Dia keluar kamar mandi sambil mengelap wajahnya dengan handuk. Syena terpanah melihat kondisi kamanya yang berantakan.
“Baiklah, kita lembur malam ini” kata Syena menyemangati dirinya sendiri. Setelah kamarnya bersih, Syena berbaring di atas kasur, dia melihat handphonenya “sudah hampir jam dua belas” kata Syena, dia pun mematikan handphonenya dan meletakkannya di meja yang ada di samping kasur. Syena memeringkan tubuhnya.
“Aku tidak bisa tidur, bahkan aku tidak mengantuk” keluh Syena, walaupun tidak merasa mengantuk sama sekali Syena mencoba menutup matanya, namun hanya beberapa detik kemudia terdengar jelas suara dengkurannya yang sangat keras, dia tertidur pulas.
Matahari belum terbit Syena sudah bangun, matanya masih terasa berat tapi dia langsung mandi, Syena menuju ketaman, dan duduk di bangku taman
“ah, dingin, aku masih mau tidur” Syenapun berbaring di bangku taman. Seseorang datang, mengangkat kepala Syena lalu duduk di bangku taman, orang itu meletakan kepala Syena di pangkuannya, dia melepaskan jaketnya dan menggunakannya untuk menyelimuti Syena. “cewek bodoh!” berbicara pelan.
Syena membuka matanya sedikit lalu menutupnya kembali, langit terlihat terang, Syena merasa tubuhnya hangat, kepalanya terasa nyaman, seperti ada sesuatu yang empuk di bawah kepalanya,terdengar helaan napas seseorang, ada aroma wangi yang membuat Syena merasa nyaman, karena masih merasa ngantuk Syena tidak sadar sepenuhnya.
“masih mau tidur lagi, tuan putri?”. Syena terkejut, dia membuka matanya lalu beranjak dari tidurnya. Dia melihat pemuda yang sama dengan kemarin.
“kamu sudah tidur lama, sekarang sudah hampir jam sembilan, apa kamu di usir dari penginapan?” tanya pemuda itu.
Syena tak menjawab sepatah katapun. “aku tidak tahu kenapa dari kemarin kamu duduk di taman ini sejak pagi bahkan sebelum matahari terbit, tapi sepertinya kamu hari ini mau menemuiku kan?” tanya pemuda itu
“kamu bagaimana bisa?” tanya Syena
“aku bekerja saat malam dan pulang setelah dini hari, aku melihatmu tidur dibangku taman, ya... karena merasa sedikit lelah tidak ada salahnya kan aku duduk disini, lagi pula kau harunya berterima kasih, kau sudah tidur dipangkuanku, bahkan aku tidak mengusikmu walaupun dengkuranmu itu seperti bunyi mesin traktor” kata pemuda itu lalu tertawa
Syena melihat jaket yang menyelimutinya “terimakasih” Syena mengembalikan jaket itu, pemuda itupun menerimanya dan membalas dengan senyuman yang menawan, melihat wajah pemuda itu Syena merasa berdebar dan sesak.
“maaf” kata Syena
“hah?” pemuda itu memberikan ekspresi seperti orang yang tidak mengerti
“namaku Syena, aku dari Indonesia, maafkan aku atas sikapku yang telah aku lakukan kemarin, jujur aku kaget melihat ada seseorang yang dapat berbahasa Indonesia dengan fasih. Dan aku juga mau minta maaf, aku benar-benar tidak sadar kalu aku telah mencuri cincinmu” kata Syena pelan dan merasa sangat bersalah
“cincin?”tanya pemuda itu bingung
“iya! Maafkan aku telah mencuri cincinmu, tapi sepertinya diriku yang lain telah mencurinya, aku bersumpah, aku benar-benar tidak tahu kalau aku telah merampasnya darimu”
“ini bukan cincinku, kita bernasib sama” kata pemuda itu, Syena menatap wajahnya dia tidak mengerti
Pemuda itu menceritkan bahwa tiba-tiba saja cincin itu ada padanya, dia merasa terkejut karena melihat cincin yang melingkar di jarinya, dia berusaha melepaskannya namun tidak bisa terlepas, Syena juga menceritakan tentang cincin itu. “ini benar benar aneh” kata juna, Syena hanya mengangguk.
“oh iya, aku belum tahu namamu” kata Syena, pemuda itu tersenyum, dia ingat sekali bahwa kemarin dia telah menyebutkan namanya.
“namaku Jeon Arjuna Wira Dimas, kalau di Korea aku dikenal dengan nama Jeon Juna, panggil saja aku Juna.” Kata pemuda itu
“Blesteran Indonesia-Korea ya?” tanya Syena, pemuda itu menganggukan kepalanya.
“oh ya, Syena berapa usia mu?” tanya pemuda itu. Syepun memberi isyarat dengan jari tangannya bahwa saat ini usianya 21 tahun
“kalau begitu panggil aku orabeoni ya!”
“Lah kenapa? Seharunya aku panggil oppa lah, kan aku bukan adikmu, sebaiknya aku panggil kakak atau abang gitu” kata Syena
“kalau kita lagi di sini kamu panggil aku dengan kakak atau abang aku merasa aneh, dan kalau kamu panggil aku oppa aku merasa seperti kakek-kakek” jelas pemuda itu
“hahahaha, iya ya. Kalau di Indonesiakan opa dan oma itu panggilan untuk kakek nenek. Opa opa opa, oma mana.. hahaha” canda Syena
“aku mulai merasa takut, hahahah” balasnya pemuda itu ikut tertawa
“kamu boleh memanggilku Juna atau oraboeni, tapi tidak untuk oppa karena aku bukan oppamu” kata pemuda itu
“cowok aneh” jawab Syena
“memang” goda pemuda itu
“ok, oppa... ups, maksudku oraboeni, apa kamu pernah tinggal di Indonesia?” tanya Syena
“aku lahir di Korea dan tinggal di sini sampai usiaku dua tahun, lalu aku dan ibuku pindah ke Indonesia, saat aku berusia sembilan tahun ibuku meninggal, aku tidak punya keluarga selain ibuku di Indonesia, karena ibuku yatim piatu. Tak lama setelah Ibuku meninggal kakakku datang menjemputku dan semenjak saat itu aku tak pernah kembali ke Indonesia” kata pemuda itu
“jadi sekarang Oraboeni tinggal bersama ayah dan kakak?” tanya Synea
“sebenarnya saat ini aku hanya tinggal dengan kakakku, saat aku tiba di sini ayahku sedang sakit parah, dia yang meminta kakakku mencariku dan membawaku ke Korea, tapi tidak lama setelah tinggal disini ayahku meninggal” tambah pemuda itu
“maaf, tidak seharusnya aku bertanya” sesal Syena
“tidak masalah lagian itu bukan kisah sedih” jawab pemuda itu
“baiklah, masalah cincin ini bagaimana?” tanya Syena
“aku sedang mencari tahu, aku mendapat informasi ada seseorang yang mendapat cincin yang sama dengan kita” kata pemuda itu
“benarkah” tanya Synea
“besok kita pergi menemuinya” kata pemuda itu
“kenapa besok? Bagaiman kalau hari ini saja” pinta Syena. Pemuda itu menatapke arah Syena, “ iya-iya, aku tahu kamu baru pulang kerja, aku telah menyusahkanmu, dan kamu sangat lelah, pulang dan beristirahatlah, kita akan pergi besok” jelas Syena, dia merasa sedikit bersalah karena telah memaksa dan merepotkan pemuda itu.
Pemuda itupun berdiri memakai jaket dan tasnya lalu pergi, baru beberapa langkah Syena memanggilnya “Jeon Juna!” seru Syena pemuda itu berbalik “ ya?” katanya
“oraboeni, terimakasih banyak dan....” Syena menundukan kepalanya, “dan hati-hati di jalan” Syena mengangkat kembali kepalanya dan melihat ke arah pemuda itu. Pemuda itu tersenyum, jantung Syena berdebar melihatnya, pemuda itupun berbalik mengangkat tangan kanannya “baiklah, sampai jumpa besok!” melambaikan tangannya,lalu pergi
“iya, sampai jumpa besok” kata Syena malu.

Kakak
Di dalam gang sempit ada Juna sedang berhadapan dengan lima orang pemuda lain yang mengadangnya sambil memegang batang besi, dari kelima orang itu satu orang tepat ada di depan Juna “minggir Kim Hanjin, aku mau lewat” kata juna
“hei anak haram, kamu itu benar-benar tidak tahu diri” kata Kim Hanjin
“tutup mulutmu, aku tidak mau mencari masalah, cepat minggir!” bentak Juna
“oho, lihat anak haram ini, aku jadi takut, kita berikan jalan padanya”  kata Kim Hanjin lalu memerinta teman-temannya membari Juna jalan, Junapun  melewati mereka tanpa memperdulukan mereka
“hei Jeon Juna, aku akui ibumu adalah wanita jalang yang hebat, seorang pembantu bisa menjadi wanita simpanan, apakah ibumu itu juga menggoda pria lain” ledek Kim Hanjin dengan suara keras.
Langkah Juna terhenti, dia berusaha menahan diri untuk tidak berbalik. Kim Hanjin memberi isyarat kepada empat temannya, keempat pemuda itu perlahan mendekati Juna “apakah saat hampir mati wanita itu menggoda ayahmu? Agar ayahmu menjemputmu. Aish dasar wanita penggoda” kata Kim Hanjin
Juna tidak tahan dia berbalik dan menyerang empat pemuda yang ada dekatnya. Juna bertarung dengan sangat lihai, pemuda-pemuda itu berusaha memukul dengan besi yang mereka bawa namun Juna dapat menghindar, mereka terus menyerang Juna dengan membabi buta, beberapa pukulan berhasil mengenai Juna, namun melihat teman-temannya yang tampak kerepotan Kim Hanjin pun turun tangan “cih, merepotkan” katanya, lalu Kim Hanjin mendekati Juna dan melayangkian batang besi tepat di kepala bagian belakang Juna, seketika
Juna langsung ambruk “kelinci yang merepotkan. Ikat dia” perintah Kim Hanjin.
Juna pun sadar, kepalanya terasa sakit dan berat, tubuhnya terikat sehingga dia tidak bisa bergerak “anak haram kau sudah sadar” kata Kim Hanjin, mendekati Juna, dia menghisap rokok di tangannya ‘Ffuuhh” Kim Hanjin meniupkan asap rokok tepat di depan wajah Juna, karena menghirup asap rokok Juna terbatuk-batuk napasnya sesak.
Kim Hanji kesal Juna batuk tepat di depan wajahnya, diapun berdiri “menjijikan” bentak Kim Hanji dan menendang Juna berkali-kali “habisi dia” perintah Kim Hanji, temannya pun ikut menendang Juna dengan sangat kencang
Hujan turun, Kim Hanjin dan teman-temannya terus menyiksa Juna, luka yang ada di tubuh Juna terasa perih terkena air, Juna berusaha bertahan agar tidak kehilangan kesadaran tubuhnya.
“berhenti” kata seseorang. Kim Hanjin dan teman-temannya berhenti dan melihat bahwa mereka telah dikepung oleh puluhan orang berseragam hitam dan bertubuh tegap. Kim Hanjin dan teman-temannya merasa panik
“tangkap mereka dan penjarakan” orang-orang itupun membawa Kim Hanjin dan teman-temannya pergi. Manajer Han membantu Juna berdiri dan melepaskan tali yang mengikat tubuh Juna “tuan muda kau baik-baik saja” tanya manajer Han, Juna menganggukan kepalanya. Manajer Han melihat tubuh Juna yang berlumuran darah, manajer Han melihat kepala Juna berdarah “Tuan Presdir” kata manajer Han melihat kearah seorang pria yang tadi memerintahkan orang-orang untuk menangkap Kim Hanjin dan teman-temannya. Manajer Hanpun membungkukan kepalanya “baiklah tuan” kata manajer Han lalu pergi meninggalkan Juna dan pria itu berdua di dalam gang tersebut.
Juna menatap wajah pria itu “Hyung” kata Juna pelan, pria itu langsung menampar pipi Juna dan Junapun langsung tersungkur ketanah
“berdiri dasar bajingan” kata Jeon Seojin, presdir muda yang merupakan kakak yang berbeda ibu dengan Juna
“berdiri” bentak Seojin, Junapun menurutinya.
“hyung maafkan...” Juna kembali di tampar oleh Seojin
“ku bilang berdiri” Seojin menarik Juna agar berdiri
“tidak bisakah kau berhenti membuat masalah, kau itu hanya anak haram, tapi tidak pernah sadar diri, berhenti membuat masalah, dasar bajingan” kata Seojin dan kembali menampar Juna.
Juna kembali tersungkur, namun tubuhnya benar-benar tidak sanggup untuk bergerak lagi, namun Juna berusaha untuk duduk , Seojin langsung mendekap tubuh Juna “jangan membuat masalah” Seojin memeluk Juna erat “bajingan” kata Seojin dengan nada tinggi
Juna menyenderkan dirinya ditubuh Seojin “Hyung maaf” Juna pingsan di pelukan kakaknya, hujan turun membasahi kedua kakak beradik itu
Setelah beberapa hari kemudian, di dalam kantor manajer Han menemui Presdir Seojin
“Tuan presdir, pihak rumah sakit mengatakan bahwa tuan muda sudah sadar dan kini kondisinya sudah mulai membaik” kata manajer Han
“sudah berapa hari?” tanya Seojin
“sudah lima hari tuan muda tidak sadarkan diri” terang manajer Han
“bawa dia pulang sore ini dan suruh dia menunggu di ruanganku” perintah Seojin
Malam hari Seojin pulang kerumahnya, menuju ruang kerja pribadi miliknya bersama manajer Han dan beberapa pelayan, pelayan-pelayan itu membawakan tas dan kemeja Seojin, sedangkan manajer Han membawa sebuah kota kayu.
Sampai di depan pintu ruangan manajer Han membuka kotak kayu itu dan ternyata isi dari kotak kayu itu adalah cambuk. “buka pintunya” perintah Seojin, pelayanpun membuka pintu ruangan tersebut, setelah Seojin masuk pelayan menutup pintu tersebut dan pergi meninggalkan tempat itu bersama manajer Han
Seojin melihat Juna tertidur pulas di atas sofa, Seojinpun mendekati Juna  “sial, dia malah tidur, harusnya malam ini kau menerima lima puluh cambukan dariku” gumam Seojin kesal. Seojin menatap Juna, Seojin duduk di disanping Juna, dan menyentuh perban dikepala Juna, “lihat wajahmu babak-belur, biasanya aku melihat wajah merona dan bibir merahmu setiap hari, tapi kenapa sekarang wajahmu pucat dan lebam-lembam” gumam Seojin, diapun meletakan cambuk itu di atas meja, mengambil dua buah selimut di dalam lemari, dia menyelimuti  Juna dengan salah satu selimut dan duduk di kursi kerjanya.
“Hei anak haram, kenapa kau benar-benar menyebalkan” kata Seojin, dia melepaskan sepatu dan kaos kakinya, merebahkan tubuh di kusri kerjanya, Seojin lalu meletakan kedua kakinya di atas meja kerja, dan memakai selimut yang dia ambil tadi.
“aku sudah lelah, jadi malam ini kamu aku maafkan, besok pagi akan aku tagih hutangmu” kata Seojin dan langsung tidur. Juna membuka matanya, melihat ke arah Seojin, melihat wajah kakaknya yang tenang saat tidur, Junapun tersenyum dan kembali tidur.

Sabtu, 01 April 2017

cerpen horor

.......................RUMAH TUA........................
..........aku berjanji padamu......
Hari ini gadis kecil bernama Nina baru menempati rumah baru bersama keluargaanya, disebrang jalan sejajar dengan rumahnya ada rumah tua. Saat sedang membereskan barang orang yang tinggal di rumah tersebut datang dan menghampiri keluarga Nina. Orang itu bernama pak Ahmad penjaga rumah tua itu, ia mengundang keluarga Nina datang kerumah tua itu nanti sore.
 Nina bersama ayah dan bundanya datang, ayah berbincang tentang rumah tersebut
"Rumah ini dulunya kediaman orang Inggris namanya Robert, dia tinggal bersama istrinya yang merupakan keturunan Belanda dan juga tiga orang putri dan satu orang putra" kata pak Ahmad
"Lalu kenapa rumah ini sepi ya pak?" Tanya ayah
" Tuan Robert pulang kenegaraannya setelah kematian anak bungsunya, putranya satu-satunya" jawab pak Ahmad
" Putranya meninggal karena sakit ya pak?tanya ayah lagi
" Bukan pak, kejadiannya tepat 80 tahun yang lalu, putra tuan Robert namanya Albert. Dia meninggal setelah bahunya tertimpa parang dan kehabisan darah saat sampai di rumah sakit" jelas pak Ahmad
"Bagaimana bisa tertimpa parang?" Tanya ayah kembali
"saat itu keluarga tuan Robert mengadakan pesta di halaman depan dan anaknya bermain petak umpet bersama temannya, dia sudah dilarang agar tidak kehalaman belakang karena semua orang ada di depan agar tidak terjadi sesuatu. Tapi ya namanya anak-anak ya bandel, Albert bersembunyi di gudang kayu sempit dihalaman belakang, jika ia bergerak maka akan menggoyangkan dinding gudang, karena terlalu gelisah dia membuat benda yang diletakkan di tempat tinggi dalam gudang itu terjatuh, dan ternyata ada parang yang menimpa pundaknya. Albert berteriak tapi tak ada orang. Setelah acara selesai kakek saya menemukan Albert di dalam gudang dengan tubuh berlumuran darah dan melihat disampingnya ada parang. Tapi Albert meniggal dirumah sakit karena kehabisan darah dan gudang itupun di hancurkan." Terang pak Ahmad
Ayah, Ibu dan pak Ahmad asik berbincang sambil mengelilingi rumah tua.
Nina berdiri didepan piano yang ada di ruang tengah rumah tua
"kau mau aku mainkan sebuah lagu dengan piano itu" kata seseorang dari belakang Nina. Nina pun melihat kebelakang, ia melihat seorang anak laki-laki bermata hijau dan berambut coklat " kamu siapa?" Tanya Nina "perkenalkan nama saya Albert tuan putri" kata anak itu sambil membungkuk memberi hormat.
Nina tersenyum itu adalah pertemuannya dengan teman yang berarti baginya.
 Albert dan Nina selalu bersama, setiap hari Nina selalu bermain di rumah tua, tidak ada yang curiga melihat keceriaan Nina, tapi keanehan mulai dirasakan orang tua Nina setelah beberapa waktu. Nina sering kali berbicara dalam bahasa Inggris dan Belanda dan dia sangat mahir bermain piano entah siapa yang mengajarinya. Nina sering bermain petak umpet bersama Alberta di rumah tua karena itu permainan favorit mereka. Karena bakat bermain piano Nina ayah dan bundanya membelikan piano, tapi Nina malah jarang memainkannya dan lebih memilih memainkan piano di rumah tua bersama Albert. Setelah tiga tahun Nina baru menyadari bahwa temannya bukanlah manusia karena Albert sama sekali tidak berubah, tapi itu tidak membuat Nina berhenti bermain dengan Albert. Tapi ternyata pertemanan mereka harus terhenti saat ayah Nina di tugaskan bekerja di Borneo, Albert marah pada Nina tapi Nina tak bisa berbuat apa-apa
Saat ia hendak masuk ke dalam mobil Nina melihat ka arah rumah tua dan melihat Albert yang berada dibalik jendela memperhatikannya "Het spijt me, dat ik beloofd om terug te komen. Tot ziens.....Albert..." Kata Nina dengan sedih *aku minta maaf, aku berjanji akan kembali. Selamt tinggal.....Albert....*
Nina menjalani harinya dengan sedih, setiap ia menyentuh pianonya mata hijau Albert selalu membayang, senyumnya, anak nakal itu membuat Nina ingin kembali, Nina ingin bertemu dengan teman beda dunianya.
 Nina kembali kerumah masa kecilnya setelah 10 tahun ia tinggalkan, rumah itu terawat karena di urus dengan penjaga rumah, Nina beristirahat di kamer depan dan memperhatikan rumah tua yang ada diseberang jalan dari jendela kamarnya...
"Howdy Albert. Ik had mijn belofte gehouden. Ik keerde terug." Kata Nina
*apa kabar Albert. Aku telah menepati janjiku. Aku kembali*
Sore hari Nina datang kerumah tua, kedatangannya disambut dengan pak Ahmad "selamat datang Nina, sekarang sudah besar dan tambah cantik, pak Ahmad jadi pangling" kata pak Ahmad
"Terimakasih pak Ahmad, bapak bisa aja bercandanya. " oh ya Nina, kebetulan bapak ada urusan sebentar dirumah pak RT, tidak apa-apakan kalau bapak tinggal sebentar" tanya pak Ahmad
"Tidak apa-apa kok pak, tapi Nina pinjam pianonya ya pak" jawab Nina "silahkan Nina, bapak tinggal dulu ya" kata pak Ahmad sambil tersenyum lalu pergi
 Nina pun memainkan piano, air matanya tak bisa terbendung, entah apa yang terjadi, ia merasa bodoh karena kembali berhubungan dengan teman yang kenyataanya sudah terbaring didalam tanah. Tapi ia mersa kerinduan, bukan Alberta yang pergi tapi dia yang meniggalkan Albert, Nina yakin bahwa Albert menunggunya.
 "kau mau aku mainkan sebuah lagu dengan piano itu" ucap seseorang, Nina menghentikan permainan pianonya, tangannya gemetar, Nina berbalik, kejadian ini sama seperti pertemuan pertama mereka. "Kau terlalu lama pergi" kata Albert "aku menunggumu, sendiri, pak tua itu membosankan, dia hanya asik mengelap dan memotong rumput" tambahnya "Tuan putri ayo kita bermain petak umpet, tapi kali ini kau yang jaga" kata Albert dan tersenyum
"Albert aku tak pernah melupakan senyuman dan mata hijaumu, kemeja putih dan celana pendek, sepatu kulit dan kaus kaki panjangmu, semua itu sama hingga saat ini. Tapi aku minta maaf aku sudah dewasa aku tak bisa lagi bermain dan berlari. Aku akan mendengarkan permainan pianomu" kata Nina "aku akan memainkan piano itu tapi setelah kau temukan aku" kata Albert lalu menghilang. Ruangan yang sebelumnya terang sekarang tampak redup, udara dingin dengan angin yang bertiup pelan menekan batin, Nina sama sekali tak beranjak, dia masih di depan piano, "Albert aku sudah dewasa aku tak mungkin bermain lagi" seru Nina "Cari aku" "cari aku" "cari aku" suara itu terus bergemah di seluruh ruangan entah artinya Albert senang atau marah. Nina kembali memainkan pianonya dia tidak menghiraukan semua yang terjadi. Tiba tiba tuts piano bermain sendiri mengahasilkan melodi yang lirih, lalu nada piano yang seperti diamankan secara sembarang dan dipukul-pukul Nina hanya bisa terdiam dan terpaku. Ia melihat kebelakang. "kenapa kau tak mencariku" kata Albert. Tubuh Nina gemetar dia melihat sosok yang berbeda, kemeja putih itu berlumuran darah, bahu dengan luka sobek yang besar mata hiaju itu menatap dengan penuh amarah Nina berdiri kakinya melangkah perlahan dan berjalan mundur Albert terus mendesaknya. Nina sampai di dapur Albert mendorongnya hingga tersender pada dinding dan ternyata didinding itu ada parang yang tergantung, sebenarnya parang itu diikat dan tak mungkin terjatuh, tapiwntah kenapa bahu Nina terluka. Nina berteriak minta tolong sambil menahan sakit, tetangga disekitar rumah tuapun datang dan menolong Nina.
Setelah dua minggu dirawat dan mendapat jaitan Nina datang kerumah tua "Nina lebih baik kamu pulang" kata pak Ahmad "pak biarkan Nina masuk"paksa Nina "tidak bisa Nina, lebih baik kamu pulang, ayo pulanglah" kata pak Ahmad dan menutup pintu. Nina duduk dibangku teras rumah tua. Albert datang menemuinya"Nina bahuku sakit" kata Albert "aku tahu rasa sakit itu, bahuku juga sakit"kata Nina sambil tersenyum, Albert datang dengan kondisi yang sama dengan sebelumnya "maafkan aku Albert" kata Nina "tapi kau memang nakal" tambahnya "Nina maafkan aku" kata Albert "Aku yang minta maaf karena meninggalkan mu, kesepian itu sangat buruk. Kau tahu mata hijau aku sangat menyayangimu, tapi aku sekarang bukan anak kecil lagi, aku datang bukan untuk bermain tapi untuk menemani mu" kata Nina "maafkan aku Nina, tapi aku harus pergi" kata Albert.
Nina tersenyum "aku memaafkanmu, aku berharap kau tidak menyakiti orang lain, en je moed goed zijn" kata Nina *dan kau harus jadi anak yang baik*
Albert berubah menjadi seperti semula tanpa darah "ik beloof" jawab Albert *aku janji lalu ia menghilang
 *selesai *
Ini cerpenku waktu smp, butuh waktu lama mencari buku kumpulan cerpen yang sudah usang hanya untuk menemukan cerita ini kembali
FB: Syela Mahliga W
IG : @syelamahliga06
Twitter: @syelamahliga
f

Hahaha.. Ado- Ado Bae   Disebuah ruangan diadakan rapat panitia pelaksanaan acara, Bujang juga terlibat sebagai panitia acara. Saat ini ...